Langsung ke konten utama

Watak dan Pikiran

Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu

Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang

Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

     Pikiran dan karakter adalah satu kesatuan utuh. Karakter mampu memanifestasikan pikiran melalui lingkungan dan keadaan. Apa yang dikeluarkan oleh karakter atau pikiran menuju lingkungan akan selalu terkait dengan keadaan mental orang tersebut. Saat kita udah berkarakter, lingkungan tentulah ladang pikiran kita. Berbeda saat kita belum berkarakter, tentu saja kita akan selalu didikte oleh lingkungan. Walau begitu, apa yang dimanifestasikan pada lingkungan belum tentu merupakan buah pikiran. Bisa saja si pikiran tengah menunggu respon lingkungan saat setelah menerima hasil pemikiran. Aduh, kayaknya susah bener tulisanku kali ini untuk dicerna, langsung telan mentah aja lah, biarlah nanti diproses pada fase berikutnya.


    Dengan itu, maka pikiran sudah mampu menganalisa dan memilah mana yang boleh masuk dan nantinya membentuk sang watak atau karakter. Perpaduan seni memanfaatkan antara lingkungan dan pikiran sangat vital dalam hal ini. Harus diakui bahwa pikiran ternyata suka berubah-ubah, bukan berarti dengan itu kita belum dewasa! Malahan dengan berubahnya pikiran, menandakan bahwa watak menginginkan sesuatu yang baru. Tapi tentang orang lain yang nggak sepaham denganku juga aku kurang paham sih, mungkin ada jenis orang yang sepertinya udah nyaman dengan watak dan pola pikirnya yang begitu, alhasil dia ingin mempertahankannya sampai mati. Bukan berarti keras kepala, cuma mungkin nggak suka mengambil resiko yang nantinya ada peluang membuatnya terperosok jatuh. Ya nggak masalah, cari aman kadang juga berguna.

      Manusia tumbuh berkembang dengan bahan bakar pikiran. Tanpa pikiran, manusia cuma jalan menuruti apa yang layaknya membuat tetap hidup. Pikiran mampu mengarahkan ke mana manusia akan hidup, dengan apa dia bertahan hidup, dan untuk apa dia hidup. Keinginan dasar seni berpikir adalah nutrisi dari imajinasi, yang nantinya membentuk pola pemikiran yang luas, bebas dan tanpa batas. Saat kita udah mampu berpikir sehat, tentu faktor eksternal adalah hal remeh. Pikiran senantiasa membentuk karakter, dan tentu saja karakter akan memengaruhi lingkungan. Sekali lagi aku tekankan pernyataan itu. Waduh, rasanya tulisanku mulai kehilangan arah, seolah cuma membahas apa yang diawal udah aku bahas, cuma bermodal beda kata. Dalam menuliskan sesuatu yang kurang dipahami, seolah pikiran senantiasa berputar dan terkesan error. Terkadang rasa malas juga meneror, walau yang paling horror adalah saat pikiran mulai berimajinasi kotor. Nah, ujung nya aku makin tekor, nah aku penasaran dengan kata 'tenor', apa itu 'tenor'. Dia beda dengan tenar, kan?

     Pandangan dan orientasi hidup manusia, menentukan sikap, prilaku, dan keputusannya dalam kehidupan. Hidup sebenarnya cuma tentang memutuskan. Banyak yang salah dalam memutuskan, oleh karena watak yang sudah dibangun oleh pikiran. Pikiran membentuk watak, lalu si watak memutuskan setiap pilihan hidup, begitu aku kira. Tentu saja si watak sangat kental dengan hasrat wujud, beda dengan pikiran yang senantiasa membutuhkan stimulan lembut berupa pengamalan ilmu dan tentu saja kepolosan pikiran. Bagaimana dengan keras kepala? Itu lain bahasan. Tapi emang kadang aku merasakan seolah si pikiran dan watak tengah adu argumen. Jika aku beri ruang untuk keduanya, sepertinya si watak terlalu lembut dan nggak berlebihan. Pandangan dari pikiran lebih mendominasi, walau aslinya pada setiap keputusan yang diambil, akan ditanggung oleh watak. Nah, bagaimana supaya si pikiran mampu membuat nyaman si watak?

The Introvert
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar