Langsung ke konten utama

Namanya juga keras kepala

Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu

Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang

Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan

Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

      Alhasil aku jadi seutuhnya bebas. Menjadi apa yang layaknya aku dapatkan, mereka cuma menimbang apa-apa yang udah aku suguhkan, padahalkan sudah aku khianati di awal : Rasakan! Yah... namanya juga keras kepala, harusnya kalian lebih peka dan coba kawal aku semampu yang kalian bisa. Toh nanti aku bisa dengan mudah membuat kalian kecewa. Masuk jurang di Heinan, Hahaha... itulah kalimat pembuka dariku yang dulu pernah mendekam lama dalam pribadi yang keras kepala. Walau aslinya saat ini juga masih sedikit keras kepala, ya kan aku gunakan untuk berjaga-jaga ditakutkan nantinya ada konspirator ulung yang coba merusak aku punya pandangan. Kala pandangan kita dibuat kabur, mental pikiran juga makin uzur, lalu pikun dan akhirnya beku tak bermutu. Kasihan kan aku jika bernasib begitu?


       Ada berapa persen sih yang menyadari bahwa diri mereka itu keras kepala? Bukannya semua orang itu esensinya keras kepala? Cuma mayoritas nggak mau mengakui saja bahwa mereka itu keras kepala, oleh karena stigma negatif yang melekat pada mereka yang keras kepala : Orang Jahat!. Muter-muter lagi aku jelasinnya, supaya terkesan rendah diri. Orang keras kepala kan biasanya kalau bicara cuma poinnya saja. Bukannya mereka tegas, cuma aku rasa nggak bisa memperluas penjelasannya aja. Karena kalau penjelasannya itu panjang lebar, maka akan ada peluang untuk lawan bicara mengetahui letak permasalahannya. Padahal kan tinggal ngaku aja kalau : aku keras kepala gitu! Kan menjadi dan jujur pada diri sendiri di hadapan publik adalah sikap mulia. Entah siapa yang bilang bahwa itu adalah sikap mulia. Cuma berbagi pandanganku aja.

      Ada yang bilang bahwa setiap manusia memiliki kekurangannya sendiri. Kekurangan tersebut harus segera diakui, lalu lekas diperbaiki. Apa lebih baiknya kekurangan itu ditutupi dengan kelebihan aja sih? sebenernya nggak susah, kekurangan itu kan cuma beberapa, dan beberapa lagi adalah kelebihan. Kita fokus aja pada upaya peningkatan kelebihan, nanti si kekurangan juga lama-lama terpendam. Cuma ada jenis manusia yang sukanya menggali dan mengais kekurangan kita. Nah biarin aja, mungkin itu kelebihannya. Keras kepala ini kalau berlebihan juga nggak baik, bisa berakibat pada hilangnya hak kebebasan orang lain. Syukur kalau yang keras kepala itu cuma manusia biasa, coba kalau pemimpin : Otoriter. Misal si ayah keras kepala, udah pasti anak istri cuma jadi prajurit tanpa tanda jasa. Tapi kalau kita tanya pada mereka yang keras kepala, niscaya pandangan kita akan terbuka, bahwa ternyata para pejuang keras kepala itu sangatlah peduli pada kita. Nah, jangan lagi menilai mereka cuma mau untung sendiri ya, mereka dasarnya juga sangat lembut. Padahal ini adalah bentuk pembelaanku pada diriku yang keras kepala ini. Nggak masalah kan?

       Saat si keras kepala beradu argumen dengan orang lain, adrenalinnya makin terpacu. Oleh karena obsesinya terhadap kemenangan sangatlah tinggi, bukankah mereka tipe manusia petarung? Ada kepuasan tersendiri saat mampu menaklukkan pendapat orang lain. Sebagai manusia yang hidup di keluarga yang menjunjung tarung derajat, aku tau betul gimana konsep manusia keras kepala ini. Rasanya sangat nikmat kala beradu argumen dan memenangkannya. Dan kalian tau apa yang aku rasakan saat seolah kalah? Sangat rahasia, aku nggak mau beritau gimana perasaanku. Cukup berkata; lihat saja nanti! Sebuah ancaman? Bukan, cuma mewanti pada diri supaya nanti jangan sampai kalah lagi gitu...


       Orang yang keras kepala katanya nggak boleh mengalah, terus berjuang jangan sampai berakhir jadi pecundang. Padahal aslinya si keras kepala juga tau kapan harus menyerah. Kalau musuh udah nggak patuhi aturan, ya apa gunanya lanjut. Kami baik kan? Jangan samakan kami dengan mahasiswa semester bosan itu dong. Kami keras kepala dan terkesan nggak mau kalah itu supaya si lawan bicara berkenan mengeluarkan seluruh kemampuan ilmu pengalamannya.

Coba pertimbangkanlah lagi, bagaimana sosok kami yang baik nan lembut diri ini.

The Introvert
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar