Ketika terbangun, Yakub menyadari bahwa tanpa sadar dia telah bermalam di sebuah tempat suci di mana manusia bisa bercakap-cakap dengan tuhan mereka: "Sungguh, Yahweh berada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya!" begitu dia berkata menurut J. Dia diliputi rasa kagum yang sering mengilhami orang pagan ketika mereka bertemu dengan kekuatan sakral: "Betapa menakjubkan tempat ini! Ini tak lain adalah rumah Tuhan (beth El); inilah pintu gerbang surga." Secara instingtif, dia telah mengekspresikan dirinya dalam bahasa agama pada zaman dan kebudayaannya: Babilonia sendiri, sebagai tempat kediaman para dewa, disebut "Gerbang dewa-dewa" (Bab-ili). Yakub memutuskan untuk menahbiskan tanah suci ini dalam suatu cara pagan tradisional negeri itu. Dia mengambil batu yang tadi dipakainya sebagai alas kepala, mendirikannya menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya. Sejak saat itu, tempat tersebut tidak lagi disebut Lus, tetapi menjadi Betel, rumah El. Tugu batu merupakan kelaziman dalam kultus kesuburan orang Kanaan, yang, seperti akan kita saksikan, banyak ditemukan di Betel hingga abad ke-8 SM. Meskipun orang Israel generasi berikutnya dengan keras mengutuk jenis agama seperti ini, tempat suci pagan di Betel dalam legenda kuno terus dikaitkan dengan Yakub dan Tuhannya.
Alangkah kasihan cucu Ibrahim ini, kalau dalam versi yang aku ketahui, bahwa Yakub adalah manusia yang gak seperti itu. Kalau sudah masuk dan dibahas orang Israel maka habis sudah lah. Mereka itu sangat suka mengarang cerita dengan menggunakan sesosok panutan, ya kan aneh lagi karena mereka menulis perihal cerita tersebut jauh setelah si pihak yang menjadi pembicaraan udah wafat, gak ada sanadnya lagi, payah bener kan mereka dalam hal sastra. Makanya sampai sekarang pun, bangsa Israel sangat suka mengutak-atik sejarah, mereka tampaknya sangat menyukai fitnah. Masih mendingan orang Jawa, kalau mengarang cerita ya sekalian takhayul, jangan menggunakan yang seperti Israel. Tetapi sialnya adalah bahwa yang percaya sama karangan orang Israel gak banyak, sekalinya ada langsung fanatik tapi. Gak bisa diriku bayangin gimana hidup berdampingan sama orang Israel, tapi mereka pinter pinter secara duniawi sih, mungkin diriku jadi babu kalau berurusan sama mereka. Bicara masalah Babilonia dan Yakub, apakah ada hubungan antara keduanya? Lagian aneh juga, padahal di sekitar sungai Tigris dan Eufrat sejak dahulu udah ada penghuninya, kenapa itu sungai gak mengalami perubahan yang signifikan sih, kalau kasus sungai di tempatku sangat unik, ada banyak sungai di sini, dan tiap berganti musim pasti sungai juga berubah secara bentuk maupun tingkat kedalaman. Dan apakah di Eufrat gak ada ikan lele atau Gurame atau Nila gitu, mengapa gak ada bukti peradaban tentang kejayaan hasil tangkapan di sana? Diriku ini sangat penasaran dengan apa apa yang terjadi dan dilakukan di lain tempat, gimana orang sekitar Tigris dan Eufrat menjalani hidup? Apa yang mereka tanam di sana? Apa ada hutan belantara dengan kayu kayu tinggi besar atau oyot yang kuat lagi panjang? Di sana ada burung gak sih? Apa gak ada belut di sana? Mengapa diriku selalu berpikir seperti ini, cobalah tebak mengapa orang barat sangat fokus dengan peradaban manusia ketimbang cara manusia bertahan hidup.
Mereka lebih suka mengulas tentang apa yang menjadi karya ketimbang seperti diriku yang lebih suka masalah menikmati hidup. Dan lagi, apa ada pohon pisang di sana? Mereka pasti gak pernah lihat duku atau durian ya. Tetapi walau di sini kaya akan banyak hal, mengapa mereka bisa hidup lebih layak? Sebenarnya saya nih kasihan bener sama mereka yang dilahirkan di luar Nusantara, mereka pasti harus memutar otak sampai pening demi esok yang lebih kenyang.
Kepercayaan Israel kepada Tuhan benar-benar bersifat pragmatis. Di dunia kuno, kekuatan gaib adalah fakta kehidupan yang terbukti dengan sendirinya. Dan suatu dewa menampakkan kelayakannya apabila mampu menyampaikan bukti ini secara efektif. Orang-orang akan terus mengadopsi sebuah konsepsi tertentu tentang tuhan karena konsep itu berguna bagi mereka, bukan karena faktor ilmiah maupun filosofis. Dan lagi, dalam dunia kuno, mengetahui nama seseorang akan memberikan kekuatan untuk mengalahkan orang itu. Nah bener kan, apalah yang diperbuat leluhur dahulu? Mengapa orang dulu sangat suka dengan istilah dewa? Siapa gerangan yang bertanggungjawab tentang dewa ini? Alangkah bejat kelakuan orang orang terdahulu ya, kasihan diriku sama mereka yang dulu tetap pada jalan yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi Adam. Dalam karangan mbah Ronggowarsito, yang menjadi penerus ajaran Adam cuma bisa dihitung jari, dan memuncak saat masa Nabi Nuh, bayangin sampai dibutuhkan pemusnahan besar-besaran demi menghapus kaum pagan. Itu juga setelah beberapa orang yang bersama Nabi Nuh beranak pinak lagi, dan menjadi banyak lalu membangun kembali peradaban, mereka juga memuja dewa dewi lagi loh, gak bener emang mereka dulu. Yang perlu dikaji untuk saat ini adalah tentang cara kita dalam menyatakan bahwa kita menaruh kepercayaan kepada seseorang atau sebuah cita-cita. Bukankah kita lebih mirip sama kaum pagan? Bedanya cuma dikit, kita lebih ilmiah dan modern gitu doang. Kalau umpama kita dikhianati dewa sih gampang, tinggal ambil kapak lalu kepruk ndase tuh dewa beres, kalau kita dibuat kecewa sama orang yang kita percaya gimana coba, atau kita dibuat murka oleh kenyataan kan bisa bahaya.
Pengurbanan manusia adalah hal yang lazim di dunia pagan, kejam namun menurut mereka logis dan rasional. Anak pertama sering diyakini sebagai keturunan dewa, yang telah menghamili si ibu. Dalam memperanakkan, energi dewa menjadi menipis, maka untuk mengisinya kembali dan mempertahankan sirkulasi seluruh energi gaibnya, si anak harus dikembalikan kepada orangtua dewatanya. Ternyata begitu ya ceritanya, wajar saja kalau orang Israel sangat gak suka sama orang Arab. Untung orang Jawa gak ikut campur saat itu, nah apakah di pulau Jawa dulu udah ada penghuninya saat di tanah Israel penuh cerita gaib khas pagan? Gimana ya perasaannya, ketika yang pertama kali datang ke Nusantara? Bayangin aja, dulu waktu orang di pulau Jawa disuruh pindah ke Sumatera karena di Jawa udah sumpek sama orang, mereka pada ketakutan tinggal di Sumatera, ada banyak binatang yang belum pernah mereka lihat di Jawa sebelumnya, bahkan ada kabar tentang adanya nyamuk yang sebesar ayam jago. Sekali hisap habis darah satu orang, diriku sangat ingin masuk ke tempat yang belum terjamah sama sekali sama manusia, tapi di mana? Dan coba kita pikir ulang, mengapa masih ada orang rimba yang sangat mirip hewan? Mereka malah lebih akrab sama binatang ketimbang kita, dari mana asal suku rimba pedalaman tersebut coba, apakah mereka dulunya adalah monyet yang saat ini tengah berevolusi? Lebih duluan mana antara kita sama meraka dalam mengunjungi Nusantara ini? Leluhur para kaum rimba itu siapa sih sebenernya, nyatanya di daratan Arab udah ada manusia yang hidup beradab loh, mengapa di Nusantara adanya malah orang rimba yang fisiknya aja orang, tapi adabnya bukan. Walau begitu, orang rimba dulu sampai sekarang juga mengenal dewa dewi loh, nampak sekali kalau setan yang terkutuk gak pernah membiarkan lolos setiap dari anak Adam ya.
Dan yang terakhir ini adalah yang paling membuatku pusing, gimana nasib mereka orang suku pedalaman setelah mati? Berat lah pokoknya kalau bahas manusia tuh, macam macam bentuk dan polahnya. Dan setan juga pandai menyesuaikan sama perubahan zaman sih.
Komentar