Langsung ke konten utama

Puisi Asrul Sani-Insaf


     Sore itu, ada sebuah perbedaan pandangan menyangkut kebutuhan akan sebuah kebenaran. Lalu aku memutuskan untuk insaf pada semua pemikiran butaku. Walau aslinya aku ini nggak pernah ingin menyerah untuk apapun, tapi sore itu aku nak menguji tentang hubungan insaf dan kepekaan diri. Ya kan insaf itu lumayan mudah dijalankan, tinggal aku mengakui bahwa aku salah jalan, lalu aku berjuang untuk kembali pada jalan yang lurus. Apa bedanya insaf dan tobat coba, kenapa negaraku ini memiliki banyak kata sinonim sih, untunglah walau mirip tapi penggunaannya cukup relatif. Lalu bagaimana meletakkan dengan benar antara kata insaf dan tobat? Entahlah. Yang penting ada bang Asrul Sani yang kiranya tengah meletakkan dan mendayagunakan kata insaf untuk puisinya.

     Puisi beliau Asrul Sani kali ini berjudul insaf. Tentu saja bahwa insaf itu pasti didahului oleh ketidakpastian esensi. Seolah menghabiskan waktu demi hal yang nggak perlu, lalu sadar untuk lebih menjadi manusia bermutu. Semua orang pasti punya sesuatu yang membuatnya harus insaf, nah kadang walau aku udah waspada dan hati-hati, namun terlalu berat dan mustahil untuk bisa menihilkan kesalahan. Nasib jadi manusia.

     Sudah cukup itulah kalimat basa-basi ku untuk sore ini, lagipula mengapa harus basa-basi? Bukankah semua kalimat itu matang bergizi? Atau mungkin berasa imajinasi. Berikut adalah puisi karya Asrul Sani yang berjudul insaf. Puisi angkatan 45 ini sangat nikmat dan serasa hidup loh... jadi aku sangat menikmatinya.


Insaf

Segala kupinta tiada kauberi
segala kutanya tiada kausahuti
butalah aku terdiri sendiri
penuntun tiada memimpin jari

Maju mundur tiada terdaya
sempit bumi dunia raya
runtuh ripuk astana cuaca
kureka gembira di lapangan dada

Buta tuli bisu kelu
tertahan aku di muka delawa
tertegun aku di jalan buntu
tertebas putus sutera sempana

Besar benar salah arahku
hampir tertahan tumpah berkahmu
hampir tertutup pintu restu
gapura rahsia jalan bertemu

Insaf diriku dera durhaka
gugur tersungkur merenang mata:
samar terdengar suwara suwarni
sapur melipur merindu temu

Insaf aku
bukan ini perbuatan kekasihku
tiada mungkin reka tangannya
karena cinta tiada mendera

     Nah cuma begitu sebenernya, apa yang spesial dari puisi insaf ini sih? Apakah benar bahwa saat menyusun tiap bait puisi insaf ini, si Asrul Sani mengalami pergolakan batin yang sangat serius? Karena dalam sastra, terutama puisi, kondisi psikologis dari penyairnya akan sangat membumbui tiap bait puisinya. Kadang sampai berlebihan malah, sampai akhirnya harus insaf juga. Sebagai penutup, aku sajikan pidato Bung Tomo 10 November 1945, pidato paling emosional dan sangat berkesan untuk psikologis siapa saja yang mendengarnya. Berikut pidatonya :


‘Bismillahhirrohmanirrohim... Merdeka!!!

Saudara-saudara rakyat jelata, di seluruh Indonesia, terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.

Kita semuanya telah mengetahui, bahwa hari ini, tentara Inggris telah menyebarken, pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibken untuk dalam waktu yang mereka tentuken, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang. Mereka telah minta, supaya kita dateng kepada mereka itu, dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta, supaya kita semua dateng pada mereka itu, dengan membawa bendera putih, tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau, kita sekalian telah menunjukken, bahwa rakyat Indonesia di Surabaya. Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing, dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunjukken satu pertahanan yang tidak bisa dijebol, telah menunjukken satu kekuatan, sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara, dengan mendatengken Presiden, dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini, maka kita tunduk untuk memberhentiken pertempuran. Tetapi pada masa itu, mereka telah memperkuat diri. Dan setelah kuat, sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara, kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu, dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya, ingin mendengarken jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarken jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Dengarkenlah ini, tentara Inggris!!! Ini jawaban kita!!! ini jawaban rakyat Surabaya!!! Ini jawaban pemuda Indonesia!!! kepada kau sekalian!!!

Hei tentara Inggris!!! Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu, kau menyuruh kita mengangkat tangan dateng kepadamu, kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahken kepadamu. Tuntutan itu, walaupun kita tahu, bahwa kau sekalian akan mengancam kita, untuk menggempur kita dengan seluruh kekuatan yang ada, tetapi inilah jawaban kita.

Selama banteng-banteng Indonesia, masih mempunyai darah merah!!! Yang dapat membikin secarik kain putih, merah dan putih!!! Maka selama itu, tidak aken kita mau menyerah kepada siapapun juga!!!. Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah!!! keadaan genting.

Tetapi saya peringatken sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu. Kita tunjukken bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin Merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak Merdeka!!! Semboyan kita tetap, Merdeka atau Mati!.

Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar!!! Allahu Akbar!!! Allahu Akbar!!! Merdeka!!!.

The Introvert
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar