Langsung ke konten utama

Salam dari Lain Hal

Bismillah

     Biar tidak cerita kepadamu selalu atau kawanku lainnya. Sangatlah beruntung jika kalian masih punya kawan. Sejak dahulu, aku belum tau betul apa itu kawan. Aku udah kenal banyak orang, banyak juga ucapan dari mereka yang terekam. Walau begitu aku lebih akrab sama binatang ataupun tumbuhan. Sebenarnya, aku ini selalu berpikir yang bukan bukan kala bersama manusia. Apalagi, manusia yang aku temui selalu dari jenis manusia yang luar biasa. Sampai aku iri dan tersiksa sendiri, setidaknya aku juga sangat kagum dengan mereka. Adakah yang mengagumiku?

     Seiring waktu mereka makin hebat, malah karena naluriku, ada seseorang yang dahsyat menyengat. Sampai aku tak tau lagi apa yang mau aku perbuat. Jiwaku yang makin terawat, seolah aku harus lekas berangkat. Oleh karena diriku yang terlalu rasional, ada banyak kemungkinan untuk gagal. Mengapa aku begitu pandai beralasan? Semoga segala alasanku engkau terima dengan lapang dada.

     Dahulu, Raden Said selalu menggunakan aji kesaktiannya, yaitu membaca Qur'an dari jarak jauh, lalu suaranya dikirim ke Istana Tuban. Itu semua demi mengobati kerinduan sang Ibu. Sebenarnya aku juga mau pakai aji kesaktian juga, apalagi Ar Rahman udah ada di ingatan. Sayangnya, itu belum waktunya. Ada satu ayat yang akhirnya aku kirim padamu sebagai gantinya, aku buka dengan asal dan terserah mataku terpanas bagian yang mana, ternyata aku dapat surah Al Maidah ayat 114.

Isa putera Maryam berdo'a, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki."

     Di lain pihak, aku dapat kalimat nasehat dari seorang sufi, "Kaki kaum rasionalis, adalah kaki kayu. Dan kaki kayu amatlah rapuh." Kata beliau, 'pada akhirnya percayakan semua pada cinta, janganlah mengandalkan rasionalitas belaka. Karena akal punya keterbatasan, sedang cinta tidak.' Segalanya ada dalam hati, berjalanlah dengan itu. Jika aku tetap berpacu pada rasionalitas, selesailah diriku.

     Kenapa tak berikan ciuman itu kepadaku sekarang, ini aku, orang yang sama. Katanya, 'jangan pernah menahan-nahan cinta, ungkapkanlah.' Tanpa cinta, orang akan mengecap neraka. Bagaimanapun aku diyakinkan, selalu aku beralasan. Sebagai orang yang lebih mengutamakan akal, aku lebih sering pasrah, kosong kan diri dari aneka rupa pikiran. Dengan itu, semoga cinta lekas tertanamkan.

     Jadilah tanah
     agar bisa kutumbuhkan
     Bebungaan warna-warni

     Baru saja aku temukan tanah subur terbentang, butuh banyak ragam ide, tenaga, waktu, dan bebijian guna proses penggarapan. Semoga tak digarap orang lain duluan. Ini adalah sepenuhnya harapan, sekali ini cobalah jadi tanah untukku. Tanah yang aku rindukan, semoga membawa kesembuhan. Ada banyak cara untuk berlutut dan mencium tanah. Benarkah untaian kata bisa ditanam? Contohnya ini;

Salam dari Lain Hal

Di sini, aku menemukan waktu kian merangkak
Menjauhi keegoisan sebagai usia
tertebus dan tembus disegala belajar

Di sini pula, kutemukan yang hilang,
bahkan tak sempat dipagut oleh seisi alam
Namun, khayal!
Sejatinya ia hanya perjalanan-perjalanan
yang mampu kugapai-gapai dari angan yang lampau
Aku tak cukup membagi seretas duka atau seruah lautan
demi tertimbangnya luka yang hadir

Seusai pikir,
nadi-nadi masih menjarah sesiapa yang bernyawa
memutuskan yang hendak diperbuat
Andai semua tahu, Tuhan!
Tiada, sesekali tiada yang melarang
agar kuasa jadi punah dan hilang begitu saja

Sebagai hati yang tertawan
Selembar mulia menahan;
Pertemuan

     Sebagai penutup begini saja, seorang pria dan wanita memiliki logat tersendiri dalam merangkai kata. Biasanya aku lebih suka merangkai dan menyusun kalimat sinis, sangat egois dan kadang berakhir tragis. Oleh karena semua kalimat manis, berasal dari mereka yang tertulis.

Tetaplah bersamaku, walau kita sering bertatap ragu.
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar