Langsung ke konten utama

Di Pertahankan Hidupnya

Wahai yang Maha Penyantun,
Lagi Maha Memelihara

     Tadi sore aku memikirkan satu hal yang aneh, dan sedikit ilmiah juga sih. Bagaimana cara dan mengapa manusia mampu bertahan hidup? Yang aku kira, sangat berat bagi mereka untuk sekedar bertahan hidup. Sampai harus mengorbankan apa yang harusnya dijaga. Apa mau dikata, apakah mereka masih dalam pemeliharaan-Mu? Enaknya hidup di Indonesia ya begini, kita semua dalam tanggungan Tuhan. Kita harus banyak bersyukur dan minta ampunan.

     Manusia sendiri, berasal dari yang Maha Penyantun, kan harusnya kita bertahan hidup dengan cara yang santun pula. Di mana letak salahnya dalam hal ini? Yang saat ini aku tau, kesalahannya terletak pada si manusianya. Tetapi nyatanya aku sering heran dan bertanya tanya juga, jikalau aku berada pada posisi mereka, apa aku juga mengerjakan apa yang saat ini mereka kerjakan? Hendaknya aku selalu berpikir bahwa aku pasti bisa menyelesaikannya dengan santun.

     Ada lagi kemungkinan, begini dulu, hidup ini kan ujian, dan unik lagi karena ujiannya tidak sama untuk tiap orang, maka tidak ada celah untuk menyontek. Nulisnya itu menyontek atau mencontek? Ini aja gak jelas secara bahasa. Nah jika memang seperti itu, kalau nggak serius belajar, ya pasti gak lulus. Mungkin mereka yang saat ini aku cemaskan adalah mereka yang gak lulus ujian. Lalu, mereka digembleng ulang guna nanti menghadapi ujian kembali. Terapi yang utama perlu diingat adalah, bahwa tidak semua murid itu mau mempelajari apa yang diwacanakan. Nah, inilah kiranya fungsi dari yang Maha Memelihara. Andai kata mereka yang gak lulus ujian gak dipelihara, maka yang pasti adalah bahwa mereka tak lagi mampu bertahan hidup.

Jadi, jangan menyerah, karena kita semua selalu dipelihara oleh-Nya.

     Yang jadi soalan bagiku ini begini, kenapa yang gak lulus, malah tak mau belajar kembali. Mereka lebih memilih jalan yang tak santun, dengan alasan bahwa apa yang mereka saat ini kerjakan adalah apa yang harusnya didapatkan bagi siapa yang gak lulus. Mereka malah menyerah dengan cara yang ceroboh. Ini masalah pola pikir atau udah takdir? Di tempatku tinggal, ada cerita yang mengagumkan, seorang pria yang dulunya waktu sekolah SD sangat unik, dia bertingkah dan segala ungkapannya sangat menyerupai cewek, bahasa kasarnya bencong gitu lah, dulu aku sempat khawatir setengah mati, bayangin aja, seorang bencong hidup di lingkungan perkebunan yang mengutamakan stamina prima. Bagaimana cara dia nanti bertahan hidup? Ternyata segalanya berubah sekarang, saat ini dia menjadi pria sejati, udah gak bencong macam dulu lagi, malah sangat alim dan jadi guru ngaji, padahal umurnya belum sampai 20 tahun. Hebat bener, saat aku nulis ini, aku sambil mendengar suara dia yang adzan dan pujian Ia lantunkan dengan menggodanya. Ya ampun, suaranya masih begitu sensitif di telinga, tapi aku coba tabah. Setiap dari manusia, punya sisi positif yang layak diberikan senyuman dan ya segala hal yang menyenangkan pokoknya. Tapi masih ada satu bencong lagi yang saat ini belum tobat, bayangin, dulu ada dua bencong berkeliaran di sini, saat ini masih sisa satu, kabarnya mau ke Jakarta kota, jadi tukang potret. Semoga dia beruntung dan dijaga oleh-Nya.

     Sebagai penutup begini saja, jika santun adalah sifat, maka bertahan hidup adalah masalah berat.
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar