Langsung ke konten utama

Impian dan Peran

     "Hidup selalu berubah, kau boleh banyak punya impian. Kita tahu bahwa kita masih hidup, masih beruntung. Tapi jangan pernah memaksakan semua mimpi mu jadi kenyataan. Kejarlah yang kira-kira kau capai saja. Ah, kau makin besar, sehat, dan cantik."

     Sebuah ucapan sederhana penuh trik sandiwara. Setiap kata nya mengandung seribu cerita tentang penganut kebenaran hidup. Jikalau konflik kehidupan adalah masalah impian, maka aku tak punya konflik. Malah ada juga tipe manusia yang ogah ogahan punya impian, alasannya sederhana saja sih, yaitu lebih memilih menjalankan apa yang saat ini udah ada di genggaman. Kita ini aslinya juga diberikan impian, tapi lebih sering impian itu gak sesuai dengan kita punya keinginan. Alhasil, kita putar kemudi dan pilih jalan yang kiranya menuju apa yang kita impikan.

    Oleh karena manusia adalah makhluk penantang, alias juga penentang, maka impian mampu mengantarkan manusia menjadi sosok tiran. Itulah manusia, ketimbang hidup yang damai sentosa, mayoritas dari kita lebih memilih berkubang di lumpur dan kotoran medan perang.

Melihat kaca
Koreksi diri
Tiada hidup sempurna
Pandai lah menghormati

Makin merunduk
Katanya makin berisi

     Begini, sebagai mantan pejuang '45, yang jujur lagi idealis, ya apa kiranya aku tak berontak. Kalau kata mas Rendra, impian itu haruslah terpacak di atas tanah gembur. Jikalau impian adalah bibit kehidupan di masa depan, udah jelaslah bahwa kita harus pandai memilih tempat penaburannya. Kalau orang Amerika, mereka menanam impian di Area 51. Ya ampun, mereka ingin terbang menuju tempat yang katanya lebih cemerlang. Ya sudah silahkan, gak masalah. Yang penting jangan sampai ada kiriman pita hitam pada karangan bunga. Oh iya, maksud pita hitam itu apa sih? Gak jelas bener.

     Bersekutu dengan impian itu, laksana bersalaman dengan gadis cantik mempesona, tetapi gila. Jadi, jangan sampai ikutan gila hanya karena impian tak terlaksana. Lagian juga, siapa sih yang suruh kita ini jadi apa? Pertanyaannya itu, kamu siapa? Lalu berperan sebaik yang kita bisa. Demi membuat bangga Pemilik Kehidupan yang Maha Menghidupi. Padahal ya aslinya gak bakal mampu kita, ya kan kita cuma manusia, apa yang diunggulkan? Malaikat aja sejak awal udah ragu sama kita. Lalu Iblis pilih peran sebagai penggoda, karena dia tau betul betapa tak berdaya nya kita.

    Hai... hasil akhir dari impian adalah jiwa yang tidak pernah merasa tenang tenteram. Hormati sajalah peranmu, jikalau hidup adalah panggung sandiwara. Iya, siap.
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar