Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Sebenarnya, saya hanya ingin menulis sesuatu malam ini. Hanya sekedar mengusir rasa bosan. Akhir akhir ini aku lebih banyak membaca ketimbang menulis. Dari sekian banyak referensi yang aku dapat, saya kira udah selayaknya saya harus lebih belajar lagi masalah pasrah. Dalam perkebunan ataupun pertanian, hal paling efektif adalah memberikan nutrisi organik pada tanah. Tetapi malah saat ini banyak yang melupakan si tanah, mereka menghajar tanah dengan bahan kimiawi yang kata para ahli tanaman, lebih tepat dan efisien. Itulah sedikit rasa benciku malam ini, membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan emosi kerjaku, adalah hal yang sangat sensitif bagiku. Jangan bocorkan hal ini pada semua orang, kalau aku ini sangat kasihan dengan tanah dan tanaman.
Kedua begini, hingga saat ini saya selalu berusaha sangat keras seluruh kemampuan guna menyelesaikan apa yang aku ingin. Banyak situasi kondisi yang telah aku jalani, dan hasilnya belumlah maksimal sesuai target awal. Jadi, apa perbedaan mendasar dari keberuntungan dan sebuah anugerah? Sudah selayaknya aku ini harus lebih belajar lagi masalah pasrah. Aku udah mulai malas merencanakan sesuatu tentang hari esok. Bayangin, gimana reaksi Tuhan di kala kita sok berencana tentang apa yang mau kita lakukan esok, padahal semua hal udah ditulis rapi bagi kita semua. Entah apa yang merasuki diri manusia, hingga punya pikiran bahwa esok hari adalah milik kita. Sejak dahulu hingga kini, aku sebenarnya mengharap sebuah keberuntungan. Tetapi aku tak pernah santai seraya berharap sebuah keberuntungan. Lagian, saat ini aku lumayan mempertanyakan apakah keberuntungan itu emang nyata adanya, aku lebih condong pada sebuah anugerah. Lebih baik, aku belajar dulu masalah kesabaran dan sikap pasrah.
Pertanyaannya, saat kita pasrah, apakah itu hal yang baik? Sedang kita diajarkan oleh para sesepuh untuk selalu pantang menyerah.
Terlebih lagi, bagaimana menjalankan sebuah arti kepasrahan? Dan benarlah apa yang sesepuhku katakan tentang pasal kepasrahan, bahwa kita haruslah berusaha sekuat yang kita bisa, dan Tuhan tak akan menyia-nyiakan usaha setiap hambanya. Dan saya yakin, tepatnya bahwa aku berusaha meyakinkan diriku bahwa Tuhan memiliki keputusan terbaik untukku. Dan emang kalimat inilah yang menjadi andalan kaum terpinggirkan secara emosional. Tentu beda dengan mereka yang pandai menunjukkan siapa dirinya.
Ada hiburan tersendiri kalau aku lagi tak enak batin. Begini;
Burung kehilangan dahan
Dahan kehilangan pohon
Pohon kehilangan tanah
Tanah kehilangan air
Air kehilangan mata
Mata kehilangan hati
Dan hati pun kehilangan!
Barang siapa memelihara martabat,
Sesama manusia berlaku hormat.
Telah aku ingat juga akhirnya, hati adalah martabat. Aku turut berduka cita atas meninggalnya aku punya martabat. Ingin saya tumbuhkan kembali, kayaknya aku butuh nutrisinya, kalau aku baca referensinya, martabat itu sangat butuh pendampingan yang namanya sikap hormat. Sedang membuat orang lain yakin saja, aku tak mampu.
Hidup di dunia hanya sekejap,
Luruskan Iman benarkan ucap.
Hebat, sekarang semua orang mulai berangkat, memeras keringat dengan sedikit ucap. Langsung tatap dengan mata bersemangat, kalau aku ibaratkan bahwa ternyata lebah itu adalah pengayom sejati. Mengacu pada sikap hormat, jangan sampai ada yang terlewat. Jika hidup cuma sekejap. Terima kasih, aku selalu dipertemukan kepada manusia manusia yang sangat bermartabat, cuma aku belum mengerti secuilpun tentang bersikap hormat.
Bila orang meminta bantu
Janganlah engkau menutup pintu
Bila hati perlahan layu
Temukan pasangan idamanmu
Ya Allah, aku semakin menyayanginya. Walau aku ditinggalkannya, aku merasa malah makin dekat dengannya. Aku harus telaten memperbaiki segalanya tentang diriku. Bukan itu maksudku, yang paling mawar, yang paling duri. Yang paling berdetak adalah jantung, kalau tak untung, jangan pula hati digantung. Bila dada adalah perisai, kapan kasihku tersampai, bila aku putuskan melambai, jantungku tak lagi berdetak ramai.
Hai, aku takut denganmu saat ini.
Kasihku yang jauh terhalang
Siang malam hatiku tak tenteram
Ingin menang gilang gemilang
Sembuhkan mataku yang buram
Begini, aku cuma menulis apa yang katanya tak mampu diucapkan.
The Introvert, Ridwan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Sebenarnya, saya hanya ingin menulis sesuatu malam ini. Hanya sekedar mengusir rasa bosan. Akhir akhir ini aku lebih banyak membaca ketimbang menulis. Dari sekian banyak referensi yang aku dapat, saya kira udah selayaknya saya harus lebih belajar lagi masalah pasrah. Dalam perkebunan ataupun pertanian, hal paling efektif adalah memberikan nutrisi organik pada tanah. Tetapi malah saat ini banyak yang melupakan si tanah, mereka menghajar tanah dengan bahan kimiawi yang kata para ahli tanaman, lebih tepat dan efisien. Itulah sedikit rasa benciku malam ini, membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan emosi kerjaku, adalah hal yang sangat sensitif bagiku. Jangan bocorkan hal ini pada semua orang, kalau aku ini sangat kasihan dengan tanah dan tanaman.

Kedua begini, hingga saat ini saya selalu berusaha sangat keras seluruh kemampuan guna menyelesaikan apa yang aku ingin. Banyak situasi kondisi yang telah aku jalani, dan hasilnya belumlah maksimal sesuai target awal. Jadi, apa perbedaan mendasar dari keberuntungan dan sebuah anugerah? Sudah selayaknya aku ini harus lebih belajar lagi masalah pasrah. Aku udah mulai malas merencanakan sesuatu tentang hari esok. Bayangin, gimana reaksi Tuhan di kala kita sok berencana tentang apa yang mau kita lakukan esok, padahal semua hal udah ditulis rapi bagi kita semua. Entah apa yang merasuki diri manusia, hingga punya pikiran bahwa esok hari adalah milik kita. Sejak dahulu hingga kini, aku sebenarnya mengharap sebuah keberuntungan. Tetapi aku tak pernah santai seraya berharap sebuah keberuntungan. Lagian, saat ini aku lumayan mempertanyakan apakah keberuntungan itu emang nyata adanya, aku lebih condong pada sebuah anugerah. Lebih baik, aku belajar dulu masalah kesabaran dan sikap pasrah.
Pertanyaannya, saat kita pasrah, apakah itu hal yang baik? Sedang kita diajarkan oleh para sesepuh untuk selalu pantang menyerah.
Terlebih lagi, bagaimana menjalankan sebuah arti kepasrahan? Dan benarlah apa yang sesepuhku katakan tentang pasal kepasrahan, bahwa kita haruslah berusaha sekuat yang kita bisa, dan Tuhan tak akan menyia-nyiakan usaha setiap hambanya. Dan saya yakin, tepatnya bahwa aku berusaha meyakinkan diriku bahwa Tuhan memiliki keputusan terbaik untukku. Dan emang kalimat inilah yang menjadi andalan kaum terpinggirkan secara emosional. Tentu beda dengan mereka yang pandai menunjukkan siapa dirinya.
Ada hiburan tersendiri kalau aku lagi tak enak batin. Begini;
Burung kehilangan dahan
Dahan kehilangan pohon
Pohon kehilangan tanah
Tanah kehilangan air
Air kehilangan mata
Mata kehilangan hati
Dan hati pun kehilangan!
Barang siapa memelihara martabat,
Sesama manusia berlaku hormat.
Telah aku ingat juga akhirnya, hati adalah martabat. Aku turut berduka cita atas meninggalnya aku punya martabat. Ingin saya tumbuhkan kembali, kayaknya aku butuh nutrisinya, kalau aku baca referensinya, martabat itu sangat butuh pendampingan yang namanya sikap hormat. Sedang membuat orang lain yakin saja, aku tak mampu.
Hidup di dunia hanya sekejap,
Luruskan Iman benarkan ucap.
Hebat, sekarang semua orang mulai berangkat, memeras keringat dengan sedikit ucap. Langsung tatap dengan mata bersemangat, kalau aku ibaratkan bahwa ternyata lebah itu adalah pengayom sejati. Mengacu pada sikap hormat, jangan sampai ada yang terlewat. Jika hidup cuma sekejap. Terima kasih, aku selalu dipertemukan kepada manusia manusia yang sangat bermartabat, cuma aku belum mengerti secuilpun tentang bersikap hormat.
Bila orang meminta bantu
Janganlah engkau menutup pintu
Bila hati perlahan layu
Temukan pasangan idamanmu
Ya Allah, aku semakin menyayanginya. Walau aku ditinggalkannya, aku merasa malah makin dekat dengannya. Aku harus telaten memperbaiki segalanya tentang diriku. Bukan itu maksudku, yang paling mawar, yang paling duri. Yang paling berdetak adalah jantung, kalau tak untung, jangan pula hati digantung. Bila dada adalah perisai, kapan kasihku tersampai, bila aku putuskan melambai, jantungku tak lagi berdetak ramai.
Hai, aku takut denganmu saat ini.
Kasihku yang jauh terhalang
Siang malam hatiku tak tenteram
Ingin menang gilang gemilang
Sembuhkan mataku yang buram
Begini, aku cuma menulis apa yang katanya tak mampu diucapkan.
The Introvert, Ridwan
Komentar