Langsung ke konten utama

Bagaimana cara berempati?

Pertama : Nasi berkabohidrat

Kami para introvert memiliki pandangan lain akan sesuatu. Kami keras kepala dengan itu, karena kami tahu bahwa itulah yang membuat kami bahagia.

     Entah mengapa hari ini aku ingin memperlihatkan betapa pentingnya sebuah sikap empati. Apakah semua dari kita memiliki sikap mulia ini? Apakah sikap ini bisa hilang dari diri kita? Dan bagaimana reaksi orang lain saat kita mempersembahkan sikap empati ini? Ada banyak pertanyaan yang pastinya sangat aneh jika tidak bisa aku jawab. Aku ini lumayan pandai dalam menjawab pertanyaan mendasar pasal pengabdian tanpa pamrih. Hidup cuma sekali, masa' nggak boleh bangga pada diri, ini juga termasuk empati pada diri sendiri. Apakah empati bisa aku samakan dengan pengabdian, bukannya beda bro! Terserah lah, biasanya saat kita mengabdi pada seseorang atau pada lingkungan, secara otomatis kita memupuk sikap empati pada seseorang atau lingkungan tersebut. Belum pernah dicoba sih, silahkan yang mau coba, yang masih muda harus banyak mencoba, kalau aku belum merasakan aku ini muda. Jadi, yang baik itu kita berempati atau kita menjadi sebab lahirnya sikap empati pada orang lain? Tanya saja pada bunda Teresa, beliau ikon empati dunia. Dan wajar karena wanita memiliki naluri perasaan lebih tinggi daripada pria, aku menggunakan alasan ini untuk melindungi diriku yang bersifat acuh. Hai wanita, cara kami berempati tidak sama denganmu, begitu aku tulis pada mereka. Mereka dalam hal ini wanita, pasti wanita tetap cari celah untuk mengatakan bahwa pria mayoritas kapital, lagipula siapa yang menulis buku-buku kapitalis? Bukan aku...

     Pertama aku buang dulu pikiran aneh ku tadi. Maksudku begini, alangkah baik jika aku perlihatkan dahulu arti harfiah empati ini. Si empati bisa kecewa jika aku bicarakan ia tanpa tau dulu siapa ia, nah... ternyata empati memiliki makna; "Kemampuan merespons dan merasakan emosional orang lain, lalu bersimpati dan mencoba menyelesaikan dengan perspektif orang tersebut."

Bagaimana Cara Berempati

Kedua : Sayur bervitamin

     Tuh, aku aja tak mungkin bisa begitu jika maknanya begitu, itu baru penafsiran harfiah, di lapangan tentu bukan perkara mudah. Harus bersimpati dulu, lalu kubur dalam egoisme, dan kenapa aku persulit sebuah hal yang mulia? Setiap orang punya tingkat emosional tak sama, dan kadang orang lain itu juga memilah mana yang boleh berempati padanya dan mana yang cukup bersimpati padanya, memang rumit kalau sudah masuk ranah psikis. Itulah mengapa biaya kuliah psikologi tidak murah, memahami dan menyelesaikan emosional insan itu bukan perkara mudah. Apalagi si korban dasarnya keras kepala, ingin memperlihatkan simpati aja aku sudah malas. Maksudku begini, empati bukan perkara enteng, yang katanya semua orang bisa, aku rasa mereka harus tahu perbedaan empati dan motivasi. Sifatnya empati yang elegan dan motivasi yang cenderung totalitarian. Aku istirahat makan dulu, nanti aku lanjut. Aku berempati pada lambung ku ini.....

     Aku rasa empati memang cenderung pada kualitas pengabdian. Hal terpenting adalah membuat diri kita sebagai wadah kosong yang mana supaya air siap kita tampung. Analogi apa coba ini, ya... begini, empati kan berarti kita menyelesaikan masalah dengan sudut pandang si korban. Jadi, kita harus inovatif dalam memilih cara terbaik, dengan cinta yang tulus bahwa apa yang kita lakukan adalah apa coba... aku salah nulis di awal tadi.

Ketiga : Lauk berprotein

     Maksudku begini, gimana sih menjabarkan si empati ini? Yang penting jangan kita paksa tuh si korban untuk misalnya begini; 'aku dulu juga begitu neng, kamu harus tau betapa aku dulu berjuang sendirian untuk mengatasi rasa maluku di sekolah.' Aku memakai korban wanita, karena mitosnya para wanita itu sering jadi korban. Kan masih mitos, tapi mitos itu cenderung benar lho... ah yang aku tau, cuma si mama yang menguasai sumber daya empati. Dia kan menganggap kita ini sebagai darah dagingnya, aku kadang juga heran kenapa para mama ini tak pernah memperhatikan dirinya, yang penting si darah daging. Itu mengapa siapa saja yang menjunjung tinggi empati, di beri gelar 'Bunda'.

Keempat : Buah-buahan segar

      Aku kira para pria tak mungkin bisa berempati, apa mungkin aku diberi gelar 'Bunda'? Maksudku kan begitu, kalau untuk merasakan dan merespons psikis seseorang, ada banyak yang bisa, misal saat ada yang dihina masyarakat, tentu kita akan ikut merasakan pedihnya dicaci maki, kecuali kalau kita yang menghina, itu lain lagi. Dan untuk menyelesaikan masalah si korban tadi, kita harus mengikuti apa yang sekiranya menyenangkan hati si korban, kalau si korban minta kita meracuni para penghinanya, gimana? Dan cuma itu jalan terbaik supaya si korban merasa lega. Nah, kalau aku sih malah senang, tapi bagaimana dengan para empatitor yang nggak berani meracik kopi plus racun? Apakah mereka akan memotivasi si korban tadi dengan berkata; 'Sabar aja, biar Tuhan yang membalas'. Itu kan sama saja minta dibalas. Memang begitulah hidup, kita tak pernah tau seberapa membekas luka yang diderita seseorang hingga kita merasakan sendiri luka mereka.

Kelima : Susu rendah lemak

     Udah cukup lah, aku ini sebenarnya tak mengerti bagaimana berempati, aku selalu berpikir bahwa setiap manusia sebenarnya tau sikap apa yang mesti di lakukan, cuma kadang waktu dan ruang belum memadai. Kadang juga dia terlalu takut dengan hasil akhirnya. Tetaplah bergerilya hingga begitu... ya begitulah, hidup harus tau cara untuk mengelak dan menyerang, lagipula musuh juga bisa mengelak dan menyerang. Jadi, kalau diteruskan ya jadi perang total. Nggak usah ya, tapi hidup memang begitu, harus tau seni membunuh. Atau kita akan dibunuh. Tapi, nggak baik saling bunuh-membunuh, tapi yang namanya musuh ya inginnya membunuh kita, kita harus pandai mengelak saja, tapi kalau mereka memakai nuklir, gimana menghindarnya? Ya susah, tamat aja cukup.

The Introvert
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar