Langsung ke konten utama

Kekhawatiran akan Kebenaran

Kami para introvert memiliki pandangan lain akan sesuatu. Kami keras kepala dengan itu, karena kami tahu bahwa itulah yang membuat kami bahagia.

       Baru aku sadari sejak hari ini, walau aku sudah merasakannya sejak dua tahun lalu. Dan aku juga yakin telah melihatnya sejak lima tahun yang lalu, dan aku telah membacanya sejak kekaisaran pimpinan Genghis Khan meruntuhkan seluruh apa yang sudah dibangun oleh manusia-manusia yang berkebudayaan. Walau masih ada yang mengatakan bahwa tentara Mongol dulu bukan sekedar membasmi hanguskan peradaban, tapi mereka juga menelurkan banyak hal yang penting untuk peradaban. Ya, terserah dia lah... mayoritas manusia melihat apa yang dominan kita lakukan. Walau aku juga yakin bahwa apa yang tidak dilihat dan disadari manusia adalah hal yang aku namakan kebenaran. Aku hari ini jadi sok tau saja... tapi aku berharap aku bisa tau. Dan untuk itu aku mencari tau dengan bahan bakar kepercayaan tinggi yang berbau keegoisan. Maksudku begini; aku merasakan aura yang menakutkan di sekitarku, saat ini aku merasa ada sesuatu atau seseorang atau tepatnya sekelompok orang yang memiliki keterikatan batin fisik yang super erat. Dan lebih takut lagi karena mereka mengetahui kebenarannya dibanding diriku, aku pakai diriku karena aku juga percaya ini tak disadari mayoritas orang.

      Sejak dahulu kala, burung adalah pembawa pesan, malaikat punya sayap, tak terkecuali burung. Angin dan sayap adalah dua kesatuan yang dirasa menyebabkan kita mengetahui akan sebuah kebenaran. Dengan pesawat yang terbang, kita tau bermacam kebudayaan. Dengan alunan angin yang melayarkan kapal, kita membagi kebudayaan. Beruntung karena manusia memiliki apa yang tidak dimiliki makhluk lain; coba tebak apa...


      Coba kita pikir kembali, siapa saja yang tau kebenaran, akan merasakan kekhawatiran. Dengan itu mereka mencoba menyelesaikan apa yang dirasa menyebabkan dirinya khawatir, ya... tentu saja supaya kebenaran itu tidak terwujud. Aneh, padahal mereka tau kebenarannya. Aku rasa mereka itu kurang kerjaan, atau menginginkan tujuannya lancar. Dengan menomorduakan kenyataan bahwa pada akhirnya mereka akan kalah, mereka masih saja berjuang. Absurd kan? Tapi, itulah konsekuensinya jika kita mengerti akan sebuah kebenaran. Maka dari itu bersyukurlah jika kalian saat ini masih buram dengan kebenaran, bersyukurlah! Mengerti sesuatu hanya akan membuat mu khawatir, dan terimalah naluri manusia yang senantiasa ingin tau, dan bersyukurlah jika kalian gagal memahami sesuatu tersebut. Apa kalian mengerti apa yang aku tuliskan si sini? Jawaban 'tidak', akan membunuh kekhawatiran ku.

       Sebenarnya aku malas meneruskan, lebih lagi aku peduli dengan mereka yang mengagungkan konsep pikiran mereka itu. Ini jenis pemikiran yang sederhana, sudah sejak lama sangat klop dengan konsep diri sejati manusia. Tahukah kalian siapa yang mengetahui konsep diri kita setelah Tuhan? Saat ini, kita dikuasai oleh mereka, dan tanda terkuatnya adalah bahwa kita semakin menjadi manusia. Apakah menurut kalian, kita ini manusia? Terlalu aneh ya tulisanku, ya begitulah ekosistem kita saat ini. Saat kita merasakan bahwa kebebasan semakin lumrah, ternyata aslinya kebebasan kita itu hilang, kita hanya disuruh bebas sesuai aturan kebebasan yang mereka rintis. Siapa saja yang merindukan masa lalunya, adalah mereka yang tau bahwa semakin kemari semakin sempurna untuk kita diperbudak. Sebenarnya aku tak begitu peduli dengan mereka, lagipun mereka lebih tau, bahwa nanti mereka akan begitu. Katakan saja bahwa mereka itu sudah tidak sehat secara akal, itulah alasan utama pemikiran mereka selalu melahirkan virus. Ini sudah sejak lama terjadi, dan manusia juga adalah makhluk dengan tingkat adaptasi tertinggi.

       Udah lah, berkongsi dengan mereka adalah hal yang menyenangkan. Dengan catatan bahwa kita merasakan ketenteraman dalam masyarakat, tentu ini akan berubah saat kita tau kebenarannya. Dunia ini memang panggung sandiwara, aku katakan kita ini seperti berada pada sebuah teater. Ada penyusun skenario di belakang panggung, ada para pemeran di panggung, ada mereka yang bertugas memuluskan rancangan skenario, dan ada pula kita sebagai penikmat, alias korban. Pahami sajalah sendiri, karena kita ini makhluk spesial yang jika kita ingin menyelami makna realitas, ada banyak petunjuk yanag akan membawa kita pada kebenarannya. Berbahagialah jika kalian telah dan mungkin tengah berusaha menutup kespesialan kalian. Karena yang paling bahagia adalah yang tidak tahu kebenarannya. Tanya pada ayam; kaum ayam tidak pernah tau bahwa semakin dia makan, semakin cepat dia disembelih. Aneh ya analogiku, ya aku cuma menyukai daging ayam saja.

      Entah aku harus menulis apa untuk menutup ini. Aku termakan kekhawatiran, hingga aku lupa bahwa manusia memiliki insting tertinggi dalam memperjuangkan sesuatu. Pertama dan terakhir; Pahami dulu polanya! Cukup itu sajalah.

Semoga kalian tidak memahami bahasanku ini, tapi jujur aku sedih jika kalian tak berusaha untuk memahaminya. Jangan khawatir, aku kira kita ini berperan sebagai pihak yang memuluskan rancangan skenario. Kita ini kunci, dan tentu jika mereka nggak mendapatkan kita, mereka akan membuat duplikatnya. Itupun jika mereka mampu.

Mengutip kalimat Emha Ainun Nadjib; 'Kami tidak seperti yang kalian sangkakan!' Aku harap kalimat beliau ini tetap membumi.

The Introvert, Ridwan
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar