Hubungan Gus Dur dan Soeharto selalu bersifat pelik, layaknya hubungan antara para pria, gak ada yang gak rumit, pria sejak dulu emang gak pandai dalam urusan hubung hubungan, perlu diketahui bahwa baiknya sebuah hubungan akan sangat dipengaruhi oleh ruh yang saling melayang di langit. Entah gimana pada diri pak Harto, sebagaimana dalam banyak hubungan lainnya, secara khas Soeharto bermain ganda. Jurus khas beliau adalah bersikap sopan dan baik kepada Gus Dur, tapi pada saat yang sama ia pun berusaha untuk memperlemah kedudukannya. Sudah sejak awal hubungan mereka, Soeharto berkesimpulan bahwa Gus Dur adalah orang yang tidak mudah diintimidasi untuk mengerjakan apa yang diinginkannya, meskipun Soeharto mungkin dapat memperolah dukungannya, atau paling tidak membujuknya untuk tidak bersikap sedemikian kritis. Kayaknya apa yang dilakukan oleh pak Harto sangat menyenangkan ya, saat kita bisa mengendalikan orang lain sesuka akal, tapi ya itu tadi; Dosa. Baik lari mengundurkan diri dan jadi pemimpin di hutan belantara. Pada tahun 1992, rumah baru Gus Dur di Ciganjur sudah selesai dibangun. Beberapa tahun sebelumnya, ada kesempatan bagi Gus Dur untuk membeli sebidang tanah yang cukup luas, bukan hanya untuk membangun sebuah rumah melainkan juga untuk kompleks pesantren. Gus Dur memang selalu mengimpi-impikan untuk mengajak keluarganya tinggal di Ciganjur, dan jika ia sudah tidak lagi menjadi ketua umum PBNU, ia bermaksud mengelola sebuah pesantren. Harus diakui ya, mengelola sebuah pondok adalah yang sangat seru, kita bisa mengawasi secara unik tentang bagaimana anak-anak berkembang dan tumbuh. Pertumbuhan manusia saat anak-anak sampai remaja adalah fase paling menyejukkan, ada banyak jenis manusia di dunia ini, gak ada yang sama, apalagi saat mereka menghafal sebuah pelajaran, ya ampun anak kecil. Dahulu diriku ini sangat pandai dalam menghafal, pokoknya menghafal gak bakal membuat kita meninggal.
Impian Gus Dur untuk membangun sebuah pesantren gagal, oleh karena seluruh simpanan dan aset-aset beliau belum mencukupi untuk membeli tanah tersebut. Tetapi untungnya adalah, Gus Dur memperoleh bantuan dari saudara-saudaranya, begitulah yang namanya hidup, kalau niat kita udah ikhlas dan bulat, maka jalan membentang akan terbuka dengan begitu lancarnya. Kalau udah membentang ya pasti lancar kan, tetapi kadang kita ini malah lalai kalau dikasih kemudahan. Membangun rumah ternyata merupakan proses yang sukar bagi Gus Dur. Sebagai ketua umum PBNU, ia tidak mendapatkan gaji, dan oleh karenanya, selain bantuan dari saudara-saudaranya tersebut, ia juga harus bergantung pada pemberian dari teman-teman dan simpatisannya. Hal ini memang dianggap hal yang umum karena menurut kebiasaan sebuah pesantren, atau paling tidak sebagian dari pesantren, didirikan atas dasar bantuan dari anggota masyarakat yang mampu. Demikianlah, ketika pembangunan rumah sedang berjalan, Gus Dur kehabisan dana. Soeharto, yang menyuruh orang-orangnya untuk selalu memantau Gus Dur, tahu akan kesulitan ini. Lantas dengan segera, Soeharto menawarkan bantuan uang untuk menyelesaikan pembangunan rumah ini. Pada akhirnya, ia menyumbang dana untuk menutupi sepertiga dari biaya pembangunan tersebut. Dengan demikian, pembangunan rumah dapat diselesaikan dan pembangunan pesantren pun dimulai. Bayangkan betapa hidup itu sangat sosial, dan uniknya adalah bahwa Gus Dur adalah manusia yang benar-benar hidup. Apa yang dipikirkan Soeharto saat tau Gus Dur gak nolak itu bantuan coba, ruwet hubungan dengan Gus Dur tuh, karena beliau lebih tau tentang sebuah hubungan daripada orang lain yang ngajak berhubungan.
Pada akhir tahun 1980-an, bahkan sebelum rumah itu dibangun, Soeharto yang kala itu tengah menggalakkan program pembangunan masjid diseluruh negeri, memang tengah merencanakan untuk membangun sebuah masjid baru di Ciganjur, di kompleks pesantren Gus Dur. Hasilnya, sebuah masjid modern ukuran sedang didirikan di tengah-tengah kompleks tersebut, tepat di depan rumah Gus Dur. Sebuah plakat kecil di masjid ini menyatakan bahwa masjid tersebut adalah salah satu dari beratus-ratus masjid yang didirikan sebagai bagian dari program pemerintah untuk membangun masjid. Tak pelak lagi, Soeharto berharap bahwa pemberian-pemberian yang menunjukkan kemurahan hati ini paling tidak akan membuatnya memperoleh sedikit dukungan dari Gus Dur. Akan tetapi akhirnya, Soeharto harus merasa kecewa. Perlu diketahui bahwa semua makhluk adalah suka mencari perhatian dan juga menawarkan perhatian. Kemungkinannya adalah bahwa yang paling menentukan adalah sebuah aliran, makanya hidup itu selalu harus mengalir, katanya kita ini gak boleh ikut aliran, ya emang juga sih, tetapi aliran menurutku adalah ilmu paling menantang. Hidup paling nyaman adalah pasrah dan mengawasi seluruh kejadian kiri kanan depan belakang, dan hal tersebut hanya mampu diperoleh ketika kita mengalir.
Ya ampun, mengapa orang Korea Selatan saat ini ramai berlomba-lomba memodifikasi manusia sesuai yang menurut nafsu sangat ideal, ribet bener mereka itu. Tau gak sih, bahwa yang kalian lakukan sangat merusak etika dan ruh manusia? Jangan sampai Korea Utara iri dan melancarkan agresi. Kalau orang sini mah umpama iri ya pasti ikut ikutan. Berat.
Komentar