Langsung ke konten utama

Bung Karno di Mataku

     Pertama tama, marilah aku tunjukkan mengenai satu hal, bahwasannya mataku hanyalah mata duitan, gak heran jikalau dijelaskan secara cemerlang, malah menjadi gak karuan. Apalagi musim hujan tahun ini, seperti gak ada tanda kehabisannya, untung aku tinggal di perbukitan, jadinya gak ada ketakutan akan bencana kebanjiran. Itu saja sebagai awalan, dan sekarang sepi sekali di sini. Itulah alasan mengapa aku nggak percaya bahwa bumi ini udah sesak dengan manusia, tapi kalau emang di situ berdesakan, jangan datangi tempat ku di sini.

     'Paduka tuan ketua yang mulia.' Sebuah kalimat pembuka dari bung Karno pada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Oh iya, Bung Karno ini memiliki pengetahuan dan juga pandangan yang luas. Ditambah ingatan yang kuat, dan keberanian yang tangkas. Hampir mirip dengan bang Rajawali Quraisy. Kalau umpama aku punya keberanian, kayaknya layak udah aku di sama ratakan sama beliau. Apalagi aku tau tentang beliau, sedang bung Karno nggak tau siapa diriku, ini adalah keunggulan yang layak aku banggakan. Walaupun beliau berdarah Jawa-Bali, malah aku sendiri nggak melihat bung Karno sebagai tipikal Raja Jawa. Beliau aku kira sangat tertarik dengan apa-apa yang berbau pembangunan ke depan. Padahal ilmu sejarah beliau juga luar biasa, tapi beliau nggak tau kalau beliau sendiri saat ini udah jadi bagian bab sejarah paling utama. Kalaupun tau, beliau nggak bisa kasih tau diriku, padahal aku ingin nya tau. Sekali nya beliau tau, pasti dipertahankan dengan cara yang jumlahnya beribu-ribu.

     Dalam pidato 1 Juni 1945 dahulu, bung karno langsung bicara ngasal sekenanya. Tetapi bagi orang yang pengetahuannya luas, pidato tanpa teks seperti itu sangatlah efektif. Lagian sejak kapan pidato menjadi lain, padahal pidato adalah ucapan spontan seseorang yang lalu dituliskan. Bukan malah tulisan orang yang lantas dibacakan. Heran ujungnya kan?

     Dan terbukti keberhasilannya, bahwa seluruh pidato beliau sangat nyentrik. Beliau dengan hasratnya, mengemukakan pundamen untuk di atasnya di dirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. 'Sebelum negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet.' Sebuah ucapan sederhana dari bung Karno yang membuatku ketawa sendiri. Tampaknya beliau dulu punya impian menggebu untuk Indonesia merdeka. Dendam kesumat untuk jenis manusia yang hiperaktif nih.

     Kadang aku juga sampai heran, mengapa kita dahulu bisa dijajah? Sampai alasan dan pendapatku menjadi kunci kemenangan bagiku, demi nenek moyang ku. Aku sendiri merasa bahwa kita sebenarnya gak dijajah. Kemungkinan, dahulu orang barat itu lumayan berani dan tak tau sopan santun. Lalu ditambah pula tipikal para pendahuluku yang sejak lahir dididik untuk selalu bersikap ramah dan mengalah. Alhasil, segala aspek kehidupan terutama sosial, diserahkan sama orang barat. Kita nggak butuh yang begituan dahulu. Dan lagi, dengan itulah posisi orang barat makin nakal. Lalu terjadilah apa yang kita sebut penjajahan .

     Tipikal orang Indonesia sejati adalah rendah hati dan pola pikir yang simpel. Mereka gak butuh tanah merdeka atau negara yang adil makmur sejahtera. Yang penting bisa hidup rukun sentosa dengan orang di sekitar aja udah. Lagian, nenek moyang ku dulu perang dengan orang barat, bukan ingin menguasai tanah Indonesia kok. Lebih pada risih dengan tingkah polah orang barat yang sok keren dalam segala hal. Secara individu, nenek moyang kita udah merdeka. Baru setelah itu bung Karno berkata, 'Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad merdeka!, merdeka atau mati.!'


     Sebagai penutup begini, semua dari kita akan meninggalkan dunia ini, coba perhatikan mereka yang saat ini udah tinggal nama di dunia, secara spontan seseorang akan membicarakan sesuai apa yang udah kita tanamkan semasa berkeliaran di bumi. Contoh mudah adalah tentang dua orang yang paling banyak dikenal di Nusantara, yaitu Sukarno dan Suharto. Bagaimana kalian menjelaskan sepak terjang mereka berdua?
Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar