Langsung ke konten utama

Pemuda Sore

      Definisi liar dari apa yang disebut "mahasiswa baik-baik" ialah mereka yang belajar di universitas dengan ketekunan dan keseriusan tiada paksaan. Dalam arti yang umum: tidak nakal, karena para bapak tidak suka anak-anak yang nakal. Tidak juga ikut ribut pasal politik, sebab tugas utama mahasiswa adalah belajar yang tekun. Tidak usah berpolitik praktis segala, bahkan termasuk juga tak usah mewawasi permasalahan politik, baik dalam arti sempit maupun luas. Kalaupun toh engkau adalah mahasiswa fakultas sosial politik, cukuplah engkau menimba ilmu-ilmu perpolitikan secara umum dan tak payah melebar ke realitas-realitas yang ada disekitarmu. Walaupun toh nyatanya yang terjadi disekitarmu begitu menggelitik akalmu, tahan saja jangan ngamuk. Sebab, mereka yang sok protes dan suka bikin huru- hara itu biasanya mahasiswa yang frustasi, para mahasiswa abadi yang karena kurang becus dalam mata-mata kuliah dan lantas cari kamuflase di luar untuk menunjukkan eksistensinya. Bahkan, besar kemungkinan mereka itu ditunggangi oleh kelompok ekstrem kiri, ekstrem tengah, ekstrem kanan, dan bisa juga ektrem yang agak-agak pinggiran. Mereka telah dirasuki setan, guna merongrong stabilitas dan keamanan nasional yang mana hal ini memunculkan kegelisahan di masyarakat. Mereka juga tak segan menunggangi masyarakat, karena memang budaya tunggang-menunggangi ini sudah begitu sangat populer di Indonesia, baik yang tunggang-menunggang di forum-forum politik maupun yang di panti-panti pijat tradisionil. Woi payah, maksudku, mengapa banyak pemuda yang tumbuh tidak seperti yang seharusnya ia bisa tumbuh? Dasar manusia karier, setidaknya kalian bisa menghindari jalan hidup menggerigil. Saya amati, di negeri ini banyak sekali anak bangsa yang keliru atau mungkin lebih tepatnya belajar mengajar yang mencerminkan tidak tepatnya arti pengajaran secara hakiki. Ya kan ini cuma pengalamanku doang, dilihat dari apapun, Indonesia ini begitu beragam, alangkah lebih baik apabila kurikulumnya tidak seragam. Eh, tapi terserah deng, wong apa juga gunanya mendidik bocah di bawah 17 tahun, yang mana di usia 20 juga akan secara otomatis akan berpikir kritis dengan sendirinya.

     Sesungguhnya, aku ini merasa heran, bertanya-tanya mengapa anak muda kok selalu pontang-panting mengemban tugas bahkan jadi tulang punggung keluarga, atau setidaknya selalu kerja keras tanpa rasa ingin diapresiasi. Kadang saya juga kasihan, padahal kan bisa saja generasi tua memberikan hak yang lebih, tapi kalau kata mama: "jika pengalamanmu kurang, pasti segala keputusanmu akan banyak kurangnya juga." Ya kalau orang tua sudah ngomong ngono, ya oke wae aku manut. Lagipula, sebagai pemuda saya juga merasakan apa itu yang namanya pengalaman. Rasanya menjalani hidup dengan minim pengalaman adalah kecut, bikin meringis pada setiap situasi kondisi. Kalau kata orang dahulu kala, "Jangan menua dengan tanpa wareg pengalaman." Bisa -bisa masa tuamu akan dipenuhi tanya, gampang marah dan membuat gundah anak putu. Bersyukurlah engkau apabila masa mudamu dipenuhi jejak petualangan yang membuat kepala bertekuk pandang. Jangan bilang kepada siapapun bahwa engkau butuh bantuan, tapi juga jangan ngomong bahwa engkau kuat sendirian. Jadi harus bagaimana? Ya percoyo wae bahwa tidak ada hambatan yang benar-benar membuatmu kehilangan angan. Banyakin berpikir positif, istirahat yang cukup, makan yang menyenangkan, dan selalu tidak curang karena membodohi sesama tidaklah membuatmu senang di lain kemudian. Kalau saya amati, efek dari berpikir negatif begitu mengerikan, jadi jangan sekali-kali dibiasakan. Namun terlalu optimis juga kadang mengecewakan, walau saya tidak peduli betapa begitu kecewanya, yang penting tidak merugikan sesama maupun diri sendiri.

     Wes lah, secara pribadi saya ini tak pernah begitu khawatir dengan apapun. Namun terkadang faktor kemanusiaanku meronta dan diliputi kecemasan yang luar biasa. Hingga ditengah diskusi, saya menyalahkan mereka. Sudah jelas, masih jauh bila dikatakan bahwa saya ini pemuda yang baik. Kadang saya juga penasaran, bagaimana cara atau kiat-kiat atau jurus jitu atau doa, ajian, rumus, atau apalah itu disebutnya, intinya kan kalau dalam dunia hewan ataupun tumbuhan, kita bisa menyeleksi mana mana yang cocok secara apapun demi lahirnya bibit yang unggul sesuai apa yang kita pertimbangkan. Apakah di dunia manusia bisa juga diterapkan? Eh terserah deng, lagipun kan sudah jelas bahwa manusia nongol pertama di dunia itu statusnya suci lahir batin, nah ketimbang kita menyalahkan induknya, lebih baik amati saja lingkungan tempat bocah itu nanti tumbuh kembang, kalau sampai masih kembang malah dipetik tangan jahil ataupun diserang serangga usil, habis riwayat, si tangkai dan akar bisa apa? Sebagai induk, layak kita galak atau diam mengamati dia menipak?

Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar