Langsung ke konten utama

Tentang Penilaian

      Pada mulanya, alam semesta ini tidak ada, alam semesta memiliki sifat wujud dengan penetapan Allah swt. terhadapnya atau dengan penampakan-Nya di dalamnya. Tau apa maksudnya? baca saja, asalkan kita pengen banget sebagai hamba, itu sudah sangat mulia. Saya pun secara pribadi belum mengerti sama sekali, sesekali saya berunding dengan yang dianugerahi sepercik pengetahuan, yang mana hal tersebut adalah sebuah kemuliaan yang layak disyukuri dan dibagikan. Walau nyatanya, ada makin banyak lagi pertanyaan lain yang lahir dari tiap perundingan. Orang-orang memuji atas apa yang mereka sangka ada pada dirimu. Karena itu, celalah dirimu atas apa yang kauketahui ada pada dirimu. Tidak sedikit dari mausia yang malah berjuang sekuat yang dia bisa supaya orang-orang memujinya, bahkan tidak jarang kita didorong untuk supaya menjadi pusat pujian manusia, betapa hebatnya dirimu andai setiap manusia memuji atas apa yang ada pada dirimu. Bahkan, apabila manusia memujimu atas sifat-sifat terpuji yang ada pada dirimu, tak layaklah kita terpesona oleh pujian mereka. Harus diakui juga, bahwa pemahaman-pemahaman seperti ini kurang populer untuk manusia serta segala aktivitas kehidupan pada umumnya. Saya kadang juga penasaran, setiap manusia adalah berbeda-beda, entah ini genetik atau ujian ataukah penguasaan setan, ataukah tabiat manusia yang cenderung ikut manusia terhangatnya? Yang pasti saya selalu bersyukur dengan kesemuanya, aslinya saya juga lumayan cemas dengan tiap ketikan. Maksudku, ada juga jenis manusia yang condong banget dengan pujian manusia lainnya, dan yang paling saya risaukan adalah bahwa mengapa pula saya peduli dengannya? lalu saya timbul prasangka buruk, kalau saya pahami dan kaitkan semuanya, memanglah segalanya serba rumit dan serba salah. Aku beritahu kalian tentang satu hal yang paling mengagumkan dalam tiap aktivitas menimba ilmu, saya selalu mendapatkan air kesegaran tiap menimba ilmu dengan berbagai sumber referensi. Itulah alasan utama kita dianjurkan sangat untuk meluangkan waktu membaca sekaligus menulis dan sedikit membayangkan dalam benak kepala apa saja yang terpapar dalam sosial sekitar, hal ini sangatlah penting guna mensyukuri anugerah-Nya yang Mahaluas pemberian-Nya. Kita sebagai manusia awam, tidak akan pernah tau darimana, kapan, dan dari siapa kita terpercik ilmu, tugas kita cuma ikhlas ingin menuntut ilmu, itulah yang saya pahami. Oleh sebab itu, Ali ra. sering berdoa, "Ya Allah, jadikan kami lebih baik daripada apa yang mereka kira dan jangan tuntut kami dengan apa yang mereka katakan tentang kami. Ampuni dosa kami atas apa yang tidak mereka ketahui." Sebenarnya, apabila kita berdoa tentang sesuatu yang kita sendiri kurang memahaminya, selalu akhirilah dengan minta ampunan-Nya.

     Kalau berdasarkan apapun, diri kita sendiri pada dasarnya lebih mengetahui dibanding orang lain tentang kita sendiri. Namun bahwa ternyata setan mampu membisikkan keraguan menuju pikiran kita, itulah awal mulanya. Sebagai manusia, kita tidaklah diperkenankan untuk mendustakan penilaian manusia ataupun mencoba mengubah sangkaan mereka terhadap diri kita sendiri. Yang jelas kita tidak boleh sampai terpesona dan malah membuat kita tidak mengutamakan pengetahuan kita sendiri atas sangkaan mereka. Saya pernah menguji tentang bab persangkaan ini sebenarnya, yang mana secara naluri memang begitu kuat merangsang kita sebagai makhluk yang berpikir. Bahwa pujian sangat erat berkaitan dengan kepercayaan diri pihak yang dipuji. Lalu, bagaimana kita seharusnya? Kalau diamati dengan lebih dalam, aslinya kita sendiri lebih tau bagaimana kita ini, orang lain kan hanya menyangka-nyangka dengan alasan bakat terpendam atau apalah, hanya dengan itu saja kita sampai membuang pengetahuan kita sendiri tentang diri kita sendiri. Memang iya juga sih, bukankah sebagai manusia kita pasti akan berkembang tumbuh lebih baik dengan mencoba hal-hal baru, namun kan juga harus diiringi dengan pertimbangan yang menurut kita secara pribadi juga sesuai dengan apa yang sudah kita kuasai saat ini. Jujur saja ini opini sudah melenceng dari pondasi pemahaman sufi. Menurut Kanjeng Rasul, pujian yang berlebihan adalah dilarang. Misal saja kita puji seseorang dengan tidak berdasarkan kenyataan, malah ujungnya bisa mencelakakannya ataupun orang lain, belum lagi terkena depresi dan bahkan trauma, kan fatal. Kalau dalam pemahaman sesepuh Jawa, pujian senantiasa membuat orang yang dipuji merasa percaya diri bahkan tidak sering terlampau berekspetasi, dan yang seperti itu cenderung berakhir dengan penyesalan. Kalau dipahami secara mendasar, segala apapun yang ada pada diri kita atau apapun segalanya, intinya sih bahwa itu semua datang dari Allah swt. yang kalau kita belajar tasawuf, sebenarnya kita sebagai hamba selalu dianjurkan untuk senantiasa bersyukur dan waspada dengan manusia dengan segala tipudayanya. Sebodoh-bodoh manusia adalah orang yang meninggalkan keyakinannya karena mengikuti sangkaan orang-orang. Bagiku, sangkaan adalah beban yang begitu melelahkan, pada dasarnya tidaklah ada persangkaan yang benar-benar pas, namun entah karena kebodohan kita sendiri atau karena naluri, kita malah cenderung mengepas-ngepaskan persangkaan tersebut sampai kita sendiri merasakan hal negatifnya pada diri kita. Bahasa fiksinya, bahwa kita akan lelah dan merasa kecewa apabila berurusan dengan manusia. Sekilas, hal ini adalah perbuatan yang tidak membawa kita pada kemajuan peradaban, saya yakin bahwa saya menulis ini dengan perseteruan sengit versus bisikan setan. Yang mana setan mampu membisikkan sesuatu yang tak bisa kita lihat, dan membisikkan dari tempat yang tak bisa kita lihat. Manusia adalah makhluk dengan cukup banyak batas, maka jangan sampai kita melampaui batas. Sialnya, kita akan merasa takjub dengan manusia lain yang terlampau melampaui batas, seolah merekalah yang benar dengan segala bukti yang mereka hasilkan untuk peradaban. Ingat pula bahwa segalanya berasal dari Allh swt. yang mana pemberiannya adalah ujian untuk kita dan waspadalah jangan sampai kita merasa bahwa dari kita sendirilah hal tersebut berasal. Hal tersebut sangatlah fatal dam katauhidan.

     Kemarin, saya berbincang sendirian tentang sepak terjang setan, yang mana bisikannya begitu memperdayakan. Saya juga baca tingkah polah pemimpin terakhir Abbasiyah yang begitu payah, bahwa ternyata kita tidak diperkenankan terlalu berlebihan. walau secara pemahaman metode sekarang, yang dimaksud dengan pas itu yang seperti apa juga belum terketok paripurna. Selagi kita berurusan dengan manusia, tidak akan pernah tercapai yang dimaksud pas. Tetaplah menimba ilmu, dengan itulah kita akan sedikit tau bagaimana bersikap ataupun menyikapi setiap situasi. Karena pertengkaran dan permusuhan berawal dari kesalahpahaman, sementara kesalahpahaman lahir dari kecerobohan bersikap atau menyikapi, hal ini lahir dari diri kita sendiri yang belum mengetahui status kita sendiri.

Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar