Bagaimana rasanya sakaratul maut? Yang pasti dalam berbagai riwayat, setiap manusia pasti merasakan saat-saat terakhir hidupnya. Hal ini dimanfaatkan sebagian orang untuk menasehati atau pun memberi jalan keluar dalam kepenerusan kekeluargaan. Pun dengan yang dilakukan oleh Muawiyah tatkala putranya berada dengannya di masa injury time, Muawiyah mewasiatkan kepada putranya untuk mewaspadai empat orang setelah nanti menjadi khalifah, yaitu Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, dan juga Abdurrahman bin Abi Bakar. Muawiyah sendiri wafat pada bulan Rajab 60 H atau kalau Masehi itu tahun 680. Nah, mulai besok dah masuk bulan Rajab, bulan kewafatan Muawiyah. Sementara saat ini sudah tahun 2022, sudah sangat lama berarti wafatnya Muawiyah. Sang putra, Yazid, akhirnya memimpin setelah ayahnya. Dan nampaknya benar apa yang diwasiatkan oleh ayahnya, empat orang tadi menolak kepemimpinan Yazid. Tentu saja, Muawiyah kan cuma sekedar makhluk, yang mana segala yang terjadi di masa yang akan datang bukanlah ditentukan oleh makhluk, bahkan dalam ilmu tasawuf, yang mengatakan bahwa doa mampu mengubah atau menentukan setiap peristiwa, adalah perlu di selami lebih dalam maksudnya. Mungkin saat itu, terjadi rasan-rasan di kalangan umat Islam atas naiknya Yazid jadi pucuk pimpinan, hal ini tentu saja tak baik bagi para pecinta ilmu dan kedamaian. Namun yang menjunjung filosofi keadilan, tentu berkebalikan. Sebagai ulama, Abdullah bin Umar memilih berubah haluan dengan ikut mengakui Yazid sebagai pimpinan, ia berpesan kepada umat untuk bersatu bersama Yazid, Abdullah bin Umar mengatakan, "Kalian mengatakan bahwa Yazid bukan umat Muhammad yang terbaik. Ia tidak mengerti fikih dan ia bukan orang mulia, aku pun mengatakan itu. Akan tetapi, demi Allah, persatuan umat Muhammad lebih aku sukai daripada perpecahan.! Jika ia baik, kami rela, jika ia jahat, kami sabar." Apa yang menjadi keputusan Abdullah bin Umar ini lantas diikuti oleh Abdurrahman bin Abi Bakar. Namun, hal yang sama tak dilakukan oleh Husain bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Sontak, Yazid langsung mengirimkan surat kepada pejabat di Hijaz untuk menangkap keduanya. Husain pun dapat surat pula dari penduduk Kufah, "Kami telah membentuk pasukan perang untukmu, majulah!" begitu kurang lebih isi suratnya. Mereka cuma membentuk tapi yang disuruh maju cuma Husain, ya ruwet urusan. Alhasil Husain mengirim Muslim bin Uqail ke Kufah guna memastikan kebenarannya. Sepupu Husain tersebut langsung ke Kufah dan tinggal di sana beberapa waktu guna penyelidikan, setelah dirasa pasti, Muslim bin Uqail nekat mengajak masyarakat Kufah untuk ikut mendukung Husain, dan berkumpullah 4000 manusia, namun pejabat Kufah saat itu segera bertindak. Dan bubarlah 4000 manusia tadi yang katanya siap, tinggal Muslim bin Uqail yang menerima nasibnya dihukum mati. Mendengar sepupunya akan dieksekusi, Husain pun mencoba ke Kufah untuk tujuannya. Banyak sahabat yang menasehati Husain agar tetap saja di Makkah, Abdullah bin Abbas berkata padanya, "Sungguh penduduk Iraq suka berkhianat, jangan anda bersahabat dengan mereka. bangunlah negeri ini karena anda adalah tokoh penduduk Hijaz. Jika penduduk Iraq menginginkan anda seperti yang mereka katakan, kirimkanlah surat pada mereka agar mereka membersihkan musuh-musuh mereka. Setelah itu, silakan anda datang kepada mereka. Jika anda memaksa untuk pergi, pergilah ke Yaman. Di Yaman ada perlindungan dari kelompok orang yang akan membantumu. Yaman adalah negeri yang luas dan ayahmu memiliki pengikut setia di sana. Di sana anda jauh dari manusia, maka anda dapat mengirim surat kepada mereka untuk memperkuat ajakanmu. Saya berharap anda mendapat kesehatan dalam kondisi seperti itu." Kalau menyalahkan keputusan Husain bin Ali, menurutku kurang alim kita, jangan sampai lah kita menjadi angkuh bahwa setiap kejadian adalah sebab rencana matang kita sebagai makhluk yang berakal, wong kita ini berasal dari mani, yang mana mani itu didorong oleh nafsu, lalu siapakah dirimu? Namun dalam ilmu tasawuf itu namanya ketentuan Allah yang manusia harus taat demi berjalannya skenario Allah Taala. Dan terciptalah hari Asyura.
Selesai dengan Husain bin Ali, masih tersisa Abdullah bin Zubair. Kali ini yang menjadi tokoh kunci sudah beda, harus ahli perang, bukan ahli siasat seperti Ubaidillah bin Ziyad. Terbukti Ubaidillah bin Ziyad sudah mampu mengurus Husain bin Ali dan juga Marwan bin Hakam. Kali ini giliran Hajjaj bin Yusuf. Tanpa pikir panjang, langsunglah Makkah diserbu tanpa mempertimbangkan bahwa Makkah adalah tanah suci dan tempat lahir kanjeng Nabi. Porak poranda Makkah kala itu, sampai Ka'bah yang baru saja diperbaiki oleh Abdullah bin Zubair pun ikut miring. Banyak penduduk Makkah yang keluar untuk menyelamatkan diri. Abdullah bin Zubair lalu menemui ibunya, "Wahai Ibunda, orang-orang telah meninggalkan aku, termasuk dua anakku dan keluargaku. Tidak ada di sisiku kecuali sidikit orang yang tidak mampu membelaku kecuali hanya sekedar bertahan sesaat. Mereka akan memberikan harta dunia yang aku inginkan. Bagaimana pendapatmu?" "Demi Allah, wahai Anakku. Kamu lebih tahu tentang dirimu sendiri. Jika kamu yakin berada di atas kebenaran dan kamu mengajak kepada kebenaran, teruskanlah. Banyak sahabatmu yang telah terbunuh karena mempertahankan kebenaran. Para pengikut Bani Umayah tidak mungkin dapat mempermainkanmu. Jika kamu mengharapkan kesenangan duniawi, maka kamu adalah hamba yang terburuk. Kamu hancurkan dirimu sendiri dan kamu hancurkan orang-orang yang berperang bersamamu. Jika kau katakan, 'aku tidak dapat membela sahabat-sahabatku', itu bukanlah sikap orang merdeka, bukan sikap orang yang mengerti agama. Berapa lama mereka mempertahankan hidupmu di dunia? Kematian jelas lebih baik!" begitu jawab Asma binti Abu Bakar.
"Aku takut dicincang oleh penduduk Syam." "Domba tidak merasakan sakitnya sayatan setelah domba itu disembelih." kata sang ibu. Abdullah bin Zubair mendekat kepada ibunya dan mencium keningnya kemudian berkata, "Inilah pendapatku yang tetap aku dakwahkan hingga hari ini. Aku tidak akan tertarik pada dunia, aku tidak mencintai kehidupan di dunia. Aku keluar semata-mata marah untuk Allah karena aturan-Nya telah dilanggar. Akan tetapi aku hanya ingin tahu pendapatmu. Dan engkau telah menambahkan cahaya kebenaran bersama cahaya kebenaran. Lihatlah wahai Ibunda, aku pasti akan mati terbunuh. Jangan dirimu terlalu bersedih dan berserahlah pada keputusan Allah."
Abdullah bin Zubair akhirnya maju menghadapi gempuran Hajjaj dan pasukannya. Tentu saja Abdullah bin Zubair kalah dan terbunuh. Setelah kematiannya, penduduk Syam ramai mengumandangkan takbir. Mendengar hal itu, Ibnu Umar berpendapat, "Orang-orang yang mengucapkan takbir pada saat Abdullah bin Zubair dilahirkan lebih baik daripada orang-orang yang mengucapkan takbir ketika ia terbunuh!" Mengingat kala Abdullah bin Zubair dulu lahir, ia adalah bayi muslimin pertama yang lahir di Madinah dan kaum Muslim pun sorak bertakbir. Dengan segera, jasad Abdullah bin Zubair disalib oleh Hajjaj bin Yusuf. Bahkan Asma binti Abu Bakar diundang dalam acara penyaliban, tentu saja Asma menolak datang, aneh banget Hajjaj nih, mana ada seorang Ibu yang tega melihat anaknya diperlakukan begitu? Melihat Asma menolak, Hajjaj bin Yusuf pun nekat mengunjungi Asma. Dia berkata pada Asma, "Lihatlah bagaimana Allah menolong kebenaran dan memperlihatkannya." "Mungkin yang terjadi adalah penindasan kebatilan terhadap kebenaran dan pendukungnya." jawab Asma. Hajjaj bin Yusuf ini memanglah jenis manusia yang sengat bengis terhadap sesiapa yang dianggap sebagai lawannya, banyak kisah sadis yang dilakukan oleh Hajjaj, apalagi riwayat yang dituturkan oleh catatan Ibnu Batutoh, saya sampai gak enak membacanya, namun ada beberapa yang membuatku berpikir positif mengenai keputusan Hajjaj bin Yusuf, dan itu pun karena ingin menunjukkan kepada manusia bahwa kekuasaan Allah itu lebih superior ketimbang Hajjaj bin Yusuf.
Manusia memang tak ada yang sama dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Dan setiap keputusan juga kadang berdasarkan keumuman. Pada masa itu memang perang dan bunuh bunuhan dalah hal biasa dan memang seharusnya dilakukan kalau masalah ingin selesai. Beda dengan sekarang, bisa pakai uang, jaminan, atau apalah yang sekiranya menyenangkan kedua belah pihak. Dan akhir kata, sekian dan jangan risau karena semua yang telah dan yang akan terjadi nanti adalah murni sepengetahuan dan kehendak Ilahi, bahkan Ali bin Abu Thalib pun mengucap syukur ketika terbunuh, demi membenarkan apa yang Allah kehendaki untuknya. Ketika ada masalah pelik, bersucilah dengan cahaya tasawuf, supaya kita tidak berpikir dan bertindak macam-macam. Wasapadalah dengan akal yang kalau tak ada pengontrol mulia, maka pasti ujungnya berpikir negatif dan mengabaikan ketentuan-Nya. Ingat, kita ini cuma tanah lempung yang ditiup Allah Taala hingga jadi seperti ini. Kalau pun saya diizinkan meminta, saya cuma pengen dijauhkan dari mereka yang suka emosi. Untungnya saya ini jarang meminta, karena saya pengen mengalir mengikuti ketetapan-Nya. Biasanya saya ini meminta dengan khusyuk satu saja permintaan sesuai apa yang umumnya didapatkan manusia pada usianya. Walau sebenarnya hal ini adalah nafsu bejat manusia sih, kalau begitu lebih baik gak usah minta lah, lagian mana ada Allah tak paham apa yang perlu dan kita butuhkan? Untuk saat ini, saya kira meminta adalah bentuk keserakahan dan kesoktahuan manusia, diriku layak untuk sabar dengan ini semua. Lagian saya sejak kecil sudah terbiasa tak meminta pada orangtua, toh mereka yang malah nawarin apa yang kiranya saya butuhkan layaknya anak pada umumnya, walau saya menolak juga sih, lagian nawarin yang gak ada gunanya secara positif sih. Tapi, kalau Gusti Allah selalu memberikan yang positif, jadi selalu lah memandang apa pun yang terjadi dengan positif. Apakah semua ini bisa dilatih ataukah sudah watak? Menurutku sudah watak.
Komentar