Judulnya semoga terinspirasi nanti di belakang. Membahas tentang leluhurku yang ceritanya begitu hebat, kadang heran juga diriku, seolah belum begitu percaya dengan apa yang telah diberitakan oleh sejarah. Kalau menurut penuturan mbah-mbah ku kemarin sih tragis, apa memang mbahku dulunya cuma rakyat jelata yo, jadinya kabar yang beliau ceritakan tragis menyayat. Kan diriku kalau baca sejarah di buku sekolah pasti yang diberitakan adalah bagaimana hebatnya Raden Wijaya dan konco-konconya membereskan Mongol, atau Gajah Mada yang perkasa, atau kisah Ken Arok yang mampu menyusun sastra jalan ke istana. Nah, malah saiki aku pengen bahas si Maharaja Airlangga, "Air yang melompat" kalau dibahas secara nama, ada kemungkinan dan pastinya air yang melompat itu namanya air sumber, teringat dulu waktu diriku masih bocah, sering banget cari sumber di mana gitu misal, dan sumber itu memang unik, selain airnya yang sangat jernih dan terasa dingin, air sumber juga bisa macet kalau kemarau panjang, tapi ada juga sih air sumber yang gak bisa mampet, walau dulu pernah juga tak bumpeti karo lemah lempung, tapi yo panggah hancur bumpetanku. Yang bikin ruwet adalah air sumber lapindo, sudah airnya gak jernih, panas pula.
Menurut data sejarah, Raja Airlangga ini lahir tahun 1000 Masehi pas, tentu saja lah beliau anak Raja, bapaknya bernama Raja Udayana,, yang menjadi Raja di Kerajaan Bedahulu di pulau Bali sana. Kalau menurut orang Jawa sendiri, orang Bali itu sejak dulu pada sakti-sakti semua, mereka nyebrang dari bali menuju pulau Jawa tinggal terbang atau ngilang. Ya tapi setidaknya orang Jawa kalau mau ke Bali juga bisa jalan di atas laut, tapi karena lama jadi ya milih naik perahu. Tapi percayalah bahwa dari data cerita yang aku kumpulkan, orang dulu itu udah biasa masalah terbang, ngilang, ataupun jalan di atas air, gampang lah bagi mereka, walau nggak semua juga sih. Alasan para leluhur waktu itu menekuni kesaktian semacam itu adalah untuk membantu meringankan aktivitas mereka. Bayangin dulu perang adalah hal yang legal, belum ancaman hewan buas, dan juga tentu saja untuk mengolah alam yang juga butuh tenaga ekstra. Kalau sekarang kesaktian semacam itu udah diganti sama teknologi sepertinya, tetapi kalau menurut mbahku, alasan kenapa orang saat ini lembek nggak sakti adalah karena nggak mampu menekuni syarat ketentuannya. Walau orang saat ini berdalih bahwa mereka kuat-kuat saja sih, cuma kata mereka kesaktian semacam dulu itu udah nggak guna sekarang. Sedang ibu Raja Airlangga bernama Mahendradatta, dari Kerajaan Medang. Kerajaan Medang ini sebenarnya Kerajaan favoritku, mengingat hasil karya Kerajaan Medang begitu mempesona, candi-candi yang saat ini mengharumkan nama Indonesia yo dari hasil karya mereka para seniman dan pimpinan Kerajaan Medang.
Dari Bali, Raja Airlangga memilih terbang ke pulau Jawa, balik dia ke kampung ibunya, Medang. Yo piye meneh, terahno urip paling penak yo neng njowo. Dan ya begitulah seorang pangeran, beliau di Medang menikah dengan putri Raja Medang, saat itu Kerajaan Medang dipimpin oleh Raja Dharmawangsa Teguh, yang mana Raja Dharmawangsa Teguh sendiri adalah saudara ibu Raja Airlangga. Berarti beliau menikah dengan sepupu sendiri yo, yo mantep lah ngono kui. Kadang sepupu ki yo emboh piye lah menawane. Namun apa yang terjadi adalah ruwet, saat itu sang Raja Medang tentu saja mengadakan pesta meriah dong buat nikahin si putrinya sama Airlangga, yang saat itu Airlangga tercatat berumur 16 tahun. Sebenarnya ruwet kalau masalah tahun kejadian sih, Raja Airlangga kan tadi aku tulis lahir tahun 1000 Masehi pas, nah ternyata Raja Dharmawangsa Teguh sendiri memerintah Kerajaan Medang dari tahun 997-1007 Masehi, coba piye ngene iki. Tak roso seng salah ki tahun lahire Raja Airlangga, masalahnya sampai saiki tahun lahir itu gampang banget terlupakan. Dan apalagi turun tahtanya Raja Dharmawangsa Teguh adalah karena wafat oleh serangan pasukan Wurawari dengan bantuan pasukan Kerajaan Sriwijaya. Wurawari dulu letaknya di Cepu daerah Blora sana. Aku yo merasa bersalah sebagai orang Jawa yang lahir di Sumatera. Yang jelas dalam serangan pesta nikah tersebut tidak sampai membuat Airlangga tewas, entah kalau istrinya, aku ora entok datane sih. Apalagi saat menyelamatkan diri, si Raja Airlangga cuma bareng Mpu Narotama yang mana adalah pengawalnya sendiri. Nah, mungkin inilah jalan nasib Airlangga, di Bali kalah sama sudaranya, di Medang tempat ibunya kalah sama Kerajaan tentangga, akhirnya Airlangga mematangkan diri dengan bertapa di Jombang, yang saat itu mungkin bukan Jombang nama daerahnya. Wong Jombang lo baru lahir tahun 1910 Masehi.
Saat bertapa di hutan, Airlangga bertapa 3 tahun lamanya di hutan. Gimana bayanginnya coba, mungkin yo bertapa di desa pelosok gitu lah. Kan udah jadi tradisi bahwa Raja yang luar biasa adalah yang hasil tempaan rakyat dan lingkungan jelata. Kalau calon Raja cuma dididik di keraton isone yo cuma formalitas upacara wae, tiap hari cuma pesta makan sama permaisuri, selir, dan putra-putrinya. Saat itu Jawa tengah dibayangi oleh Kerajaan Sriwijaya, dan saat Airlangga dirasa lulus topone, untung Kerajaan Sriwijaya lagi banyak masalah. Perlu diketahui juga sih, bahwa Airlangga ini menjadi Raja adalah karena permintaan para rakyatnya, bukan mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa. Dan Raja Airlangga juga membangun kerajaannya dari Nol besar, mengingat warisan Kerajaan Medang udah dibakar habis oleh pasukan Wurawari sama Sriwijaya waktu Airlangga nikah dulu. Diriku masih penasaran sebenarnya, piye nasipe si istri Airlangga waktu itu, opo iyo belapati? Waduh eman temen.
Wes lah ngene wae, kapanlagi kalau senggang tak sambung. Mau nulis panjang juga butuh perjuangan, sebenarnya gak berjuang begitu berat sih, cuma dunia nyata mengganggu dunia maya begini, sepetti juga layaknya dunia maya mengganggu dunia nyata. Beginilah manusia sekarang, harus hidup di dua dunia dalam sekali masa, susah kan akhirnya. Sopo coba yang salah kalau begini, ruwet bener urusan.
Komentar