Langsung ke konten utama

Kabar dari kota

Kabar dari Kota


Ingin kuceritakan padamu tentang merpati

yang mengibas-ngibaskan sayap

Dalam asuhan langit biru.

Dan gedung-gedung,

yang tingginya mengejar gunung

Serta kota yang tiap malam selalu tersenyum


Tapi hatiku,

lebih melihat dari mataku

Senyumnya kota.

Seperti tajamnya ujung-ujung pisau

Dan gedung-gedung agung,

adalah raksasa

Yang sesaat bisa menerkam.

ah, manisnya kota menipu setiap mata


Kalau sesekali kaujumpai rumah panggung yang tua

dalam kesejukan dan kedamaian dusun

itulah rumah kami.

Tempat memperbanyak usia

Dan kalau seorang perempuan beruban turun tangga

itulah ibuku.

Yang selalu berharap aku senantiasa tertawa


Lalu kalau ditanyakan padamu hidupku?

katakan saja di kota aku bahagia!

dan kalau bertanya tentang kerja?

katakan saja aku bakal jadi tentara.

seperti yang diharapkannya ketika dalam pelukan


jangan katakan aku penghuni kolong jembatan

yang mengharap makan dari lemparan orang

biarlah, biarlah sesekali ini engkau berdusta

aku yang sanggup memikul segala dosa

karena aku inginkan hatinya tak pernah terluka


Jauhnya dusun dan kota

memisahkan semuanya, membedakan segalanya

di sini tak lagi kunikmati lengking seruling

hanya jerit kereta api, bising dan mengoyak ketenangan

ah, teramat bahagia bila kaki bergumul lumpur

dan bukan malah bergulat dengan debu-debu kota

jauhnya dusun dan kota,

memisahkan semuanya,, membedakan segalanya


Malam Bersama Keluarga


bila malam tiba,

kami cerita tentang derita

tentang kebahagiaan yang tak merata

serta duka yang tiada penyelesaian

sejak nenek dan kakek berdampingan


bila malam tiba,

kami bicara tentang harga

yang beratnya menekan tulang-tulang iga

dan pula,

jalan kehidupan yang makin tak mau lurus

karena leluhurnya salah urus.


dalam kehidupan yang serba sukar

kadang kami masih bisa kelakar

tentang ubi pahit pengisi perut lapar

atau gagasan nasi jagung,

yang belum juga mau menyebar


bila malam makin tinggi

dan pahit hidup,

telah lari sembunyi di sepi-sepi hati

masing-masing berbaring di dipan tua

berkawan bantal yang tak tentu warna


Kabar dari Desa


Untuk lebih mendalami pengertian hidup

sebaiknya sesekali hidup berjuang di desa

melihat, jalani dan lalu mengerti

betapa tinggi cangkul diayun petani


berjalanlah mengikuti liku pematang

mengitari sawah ladang sambil menarik nafas dalam

akan terasa dalamlah dirimu kesegaran

lalu perlahan endapkan ke hatimu kesadaran

berbagai macam derita yang mewarnai pedesaan

yang katanya, mereka adalah lumbung

dari seluruh kehidupan


datanglah kalian ke desa

membenam-benamkan kaki di lumpur

sambil memberanikan diri menyederhanakan diri

datanglah kalian ke desa

mata kalian senantiasa merekam kenyataan

desa adalah gambaran kejujuran

dan gotong-royong bukanlah omong kosong

Aku kurang yakin bahwa namaku ini Ridwan, tapi aku dipanggil dengan nama itu. Aku pria, tapi aku memiliki cita rasa wanita. Aku kurang normal, tapi aku yakin tidak gila. Aku hidup, tapi aku tak bernafas dengan hasratku. Gimana ini...?

Komentar